Minggu, 29 Januari 2017

Pengaruh Tempat dalam Sebuah Cerita

Urusan tempat dalam sebuah cerpen atau novel ternyata bisa menjadi urusan yang sangat kompleks. Saya baru menyadarinya beberapa saat yang lalu setelah Eka Kurniawan membahasnya, di sebuah artikelnya yang di muat jurnal On/Off. Ketika selesai membaca itu, barulah saya merenung dan akhirnya tersadar.

Latar tempat memang membuat beberapa cerita terlihat menarik dan sekaligus memberikan kesan tersendiri. Saya teringat cerpen Aksara Amananunna, Rio Johan. Cerpen itu membuat saya tertarik dari awal hingga akhir. Pasalnya dalam cerpen itu tempat-tempat yang di gunakan dalam setiap adegan ceritanya adalah tempat rekaannya sendiri. Seolah-olah cerita itu memang terjadi di suatu tempat di dunia ini, namun entah di mana cerita itu berlangsung. Pada adegan pertama cerita di mulai ketika Amananunna nampak kebingungan dengan telinga dan mulutnya yang tidak bekerja sebagaimana orang normal, itu terjadi di ziggurat raja Nimrod.

Selanjutnya dari ziggurat raja Nimrod, Amananunna berkelana ke tempat-tempat jauh, di padang pasir, dan semacamnya. Hal itulah yang membuat saya secara tidak sadar telah membayangkan tempat yang gersang, bar-bar, dan liar. Sehingga yang terjadi pada Amananunna pun serupa sekali waktu ia harus menerima perlakuan tidak baik, sekali waktu ia juga harus memakan kadal dan rumput karena tempat itu terlalu gersang. Mungkin seperti inilah peran tempat dalam pengaruh suatu adegan. Dalam suatu wawancara Rio Johan menciptakan tempat rekaannnya berasal dari game-game yang sering ia mainkan.

Sementara dalam novel Lelaki Harimau, Eka Kurniawan. Saya membayangkan perkampungan yang tempo dulu, dan masih di penuhi oleh benda-benda yang hanya ada pada jaman dulu, semisal layar tancap, sirkus keliling, surat cinta, dan tentunya mitos-mitos yang mempengaruhi cerita. Berhenti di mitos, barangkali inilah yang membuat cerita tampak menarik. Dan perlu di sadari tiap daerah punya mitosnya masing-masing, atau boleh di sebut juga sejarahnya masing-masing, semisal legenda, kebudayaan, dan hal-hal kecil yang perlu di gali untuk membuat pembaca percaya bahwa cerita itu memang benar-benar terjadi di tempat tersebut.

Hal inilah yang sekali waktu membuat saya bertanya-tanya apa saja hal-hal menarik yang di miliki kota saya dan tidak di miliki oleh kota-kota lain. Di novel Tempat Paling Sunyi, Arafat Nur telah memperkenalkan Lamlhok dengan segala konflik peperangannya. Dalam Metafora Padma, Bernard Batubara sedikit banyak telah memperkenalkan Pontianak dengan segala konflik antar suku yang telah terjadi di sana, meskipun dalam beberapa cerita, Bernard Batubara menginisialkan suku-suku tersebut.

Sebagaimana Bernard Batubara juga telah mengatakan yang intinya, penulis Indonesia harus menulis tentang Indonesia. Dan ia telah melakukannya dalam buku-bukunya. Mungkin ini PR bagi saya, untuk menulis Lamongan sebagai latar cerita tempat yang menarik. Barangkali ketika saya membacanya ulang, Lamongan akan tampak menarik dan keren, seperti Manhattan, Padang, Bone, Paris, New Hamspire, Shinjuku, Lamlhok, Pangandaran dan beberapa kota yang telah di kenalkan penulisnya pada dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar