Rabu, 22 Juli 2015

Mental-mental Juara

Masyarakat sangat antusias dengan perlombaan kemerdekaan yang diadakan oleh para pemuda Karang Taruna kampung. Berbagai kalangan dari balita, anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, serta kakek nenek pun turut meramaikan acara perlombaan.

Rencananya acara dimulai pukul 19.00 tapi baru bisa berjalan satu jam kemudian. Sudahlah! Memang seperti ini budaya jam karet yang telah melekat di masyarakat. Dan sungguh sulit untuk mengubahnya. Ibaratnya seperti menawarkan rasa asin air dilautan. Sungguh mustahil kawan!

Tapi bolehlah jam karet itu kita kesampingkan terlebih dahulu. Tepat satu jam kemudian warga dari berbagai golongan itu memenuhi perempatan kampung. Duduk berderet-deret di tepi jalan. Bercampur aduk tak memperdulikan ras, gender, ataupun perbedaan lainnya yang seringkali diperdebatkan. Sejenak mereka larut bak gula dalam air teh. Ternyata perlombaan tak hanya menciptakan tawa tapi juga menciptakan pluralisme.

Sejurus kemudian sound system sudah terhubung dengan instalasi listrik. Ini artinya perlombaan sudah siap dimulai. Perempatan kampung menjadi ribut karena para warga tak pernah tenang. Mereka tak sabaran. Telingaku amat bising mendengar percakapan mereka. Suara percakapan mereka kini bercampur alunan musik dangdut yang diputar oleh seorang operator sound system berwajah garang.

Anak-anak berlarian menuju panitia yang duduk didekat sound system mendafatarkan diri. Setelah perempuan berkerudung merah mempersilahkan mendaftar. Muka-muka riang bermekaran dari wajah mereka. Malam ini seolah malaikat-malaikat pembawa kabar gembira turun dari langit menghibur anak-anak. Syahdu sekali suasana malam ini.

Lantas perlombaan berlangsung seru, mendebarkan, dan banyak menyita perhatian warga. Para peserta lomba yang didominasi anak-anak di bawah usia 15 tahun sangat antusias. Wajah mereka memancarkan keinginan untuk menjadi pemenang. Sebelum Aku tak menyangka akan mendapat pelejaran berharga dari mereka. Dari anak-anak kampung yang dekil, apa adanya dengan kesederhanaan busananya, potongan rambutnya, bajunya juga lusuh. Tapi Aku suka dengan mental mereka. Merekalah mental-mental juara. Yang tetap bertarung tak memilih unjuk gigi. Dari pada hanya menjadi penonton. Mereka memilih bertarung terlebih dahulu meski tahu akan kalah. Mereka sudah berani mencoba. Try and try again.

Ternyata perlombaan yang berlangsung ini. Memberi banyak manfaat. Seperti melatih mental. Menumbuhkan semangat berjuang. Merekatkan silaturahmi. Belajar fair play. Dan yang pasti menumbuhkan kepercayaan diri anak-anak kecil. Yang kelak akan menjadi penerus kita. Dan siapa tahu merekalah yang akan menjadi para pemimpin yang elok akhlaknya. Macam Mahatma Gandhi. Atau lebih-lebih seperti Rasulullah Saw.

Senin, 20 Juli 2015

Suasana Hari Nan Firi

Pertama saya ingin mengucapkan minal aidzin wal faidzin pada seluruh pembaca. Sebagai manusia kita tak mungkin luput dari salah. Dan sebagai umat muslim, alangkah baiknya ketika kita bisa saling maag memaafkan. Selain sebagai penghapus dosa antar manusia, saling maaf memaafkan juga akan mempererat tali silaturrahmi. Semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan berkahNya.

Dihari nan fitri ini semuanya serba baru. Mulai dari baju baru sampai sandal baru. Kebanyakan seperti itu warna warni idul fitri. Setelah sebulan penuh kita melaksanakan puasa. Menahan makan dan minum disiang hari. Berkelit dengan dahaga dan lapar. Allah memberi kemudan bagi hambanya dihari nan fitri ini.

Kemudahan itu amat banyak artinya jika kita artikan. Seperti kemudahan makanan. Banyak sekali makanan seperti ketupat, jajanan toples, yang sangat menggiurkan jika melihatnya. Saya sendiri amat sangat tergoda untuk mencicipinya jika melihat jajanan itu. Perangainya cantik-cantik mirip anak gadis baru remaja.

Keadaan seperti demikian sudah menjadi tradisi. Hari raya idul fitri jajanan menjamur di setiap rumah. Aneka jajanan tradisional sampai internasional memenuhi meja ruang tamu. Memang tujuan tak lain adalah untuk menyambut tamu. Biasanya setiap orang yang datang di persilahkan oleh tuan rumah untuk duduk sebentar mencicipi jajanan yang terjejer elok di meja. Bukan main eloknya suasana seperti ini.

Yang kedua adalah tradisi maaf memaafkan. Setiap orang dikampung usai sholat Id akan bergegas mengunjungi tetangganya. Bejalan dari rumah ke rumah. Tujuannya tak lain adalah untuk bersalaman saling meminta maaf satu sama lain.

Dari sini saya sangat setuju jika dikatakan Islam adalah agama yang sempurna. Kesemputnaan itu salah satunya bisa dilihat dari saling maaf memaafkan tadi. Ketika seseorang di tuntut untuk saling maaf memaafkan, secara tidak sadar akan mempererat persaudaraan. Meniadakan tabiat individualis, serta memenuhi fungsi manusia sebagai makhkuk sosial. Tengok saja di hari nan fitri banyak rumah yang sangat ramai. Didalamnya orang-orang bisa tetangga satu kampung, bisa keluarga jauh, atau teman lama yang telah lama tak jumpa akan bercakap-cakap sepuasnya, ngalor ngidul menambah bau keakraban.

Hari raya idul fitri akan selalu menjadi hari yang dirindu. Entah itu karena jajananya yang menjamur di meja. Entah itu karena ada baju baru. Atau juga karena ada suasana saling maaf memaafkan. Semoga dengan idul fitri lengkap sudah kita menjalani perintah Allah dengan kondisi lahir dan batin yang lebih baik lagi. Meningkatkan keimanan menjadi ketaqwaan. Lebih-lebih lagi kita mampu berserah diri hanya kepada Allah semata.

Suasana Hari Nan Firi

Pertama saya ingin mengucapkan minal aidzin wal faidzin pada seluruh pembaca. Sebagai manusia kita tak mungkin luput dari salah. Dan sebagai umat muslim, alangkah baiknya ketika kita bisa saling maag memaafkan. Selain sebagai penghapus dosa antar manusia, saling maaf memaafkan juga akan mempererat tali silaturrahmi. Semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan berkahNya.

Dihari nan fitri ini semuanya serba baru. Mulai dari baju baru sampai sandal baru. Kebanyakan seperti itu warna warni idul fitri. Setelah sebulan penuh kita melaksanakan puasa. Menahan makan dan minum disiang hari. Berkelit dengan dahaga dan lapar. Allah memberi kemudan bagi hambanya dihari nan fitri ini.

Kemudahan itu amat banyak artinya jika kita artikan. Seperti kemudahan makanan. Banyak sekali makanan seperti ketupat, jajanan toples, yang sangat menggiurkan jika melihatnya. Saya sendiri amat sangat tergoda untuk mencicipinya jika melihat jajanan itu. Perangainya cantik-cantik mirip anak gadis baru remaja.

Keadaan seperti demikian sudah menjadi tradisi. Hari raya idul fitri jajanan menjamur di setiap rumah. Aneka jajanan tradisional sampai internasional memenuhi meja ruang tamu. Memang tujuan tak lain adalah untuk menyambut tamu. Biasanya setiap orang yang datang di persilahkan oleh tuan rumah untuk duduk sebentar mencicipi jajanan yang terjejer elok di meja. Bukan main eloknya suasana seperti ini.

Yang kedua adalah tradisi maaf memaafkan. Setiap orang dikampung usai sholat Id akan bergegas mengunjungi tetangganya. Bejalan dari rumah ke rumah. Tujuannya tak lain adalah untuk bersalaman saling meminta maaf satu sama lain.

Dari sini saya sangat setuju jika dikatakan Islam adalah agama yang sempurna. Kesemputnaan itu salah satunya bisa dilihat dari saling maaf memaafkan tadi. Ketika seseorang di tuntut untuk saling maaf memaafkan, secara tidak sadar akan mempererat persaudaraan. Meniadakan tabiat individualis, serta memenuhi fungsi manusia sebagai makhkuk sosial. Tengok saja di hari nan fitri banyak rumah yang sangat ramai. Didalamnya orang-orang bisa tetangga satu kampung, bisa keluarga jauh, atau teman lama yang telah lama tak jumpa akan bercakap-cakap sepuasnya, ngalor ngidul menambah bau keakraban.

Hari raya idul fitri akan selalu menjadi hari yang dirindu. Entah itu karena jajananya yang menjamur di meja. Entah itu karena ada baju baru. Atau juga karena ada suasana saling maaf memaafkan. Semoga dengan idul fitri lengkap sudah kita menjalani perintah Allah dengan kondisi lahir dan batin yang lebih baik lagi. Meningkatkan keimanan menjadi ketaqwaan. Lebih-lebih lagi kita mampu berserah diri hanya kepada Allah semata.

Rabu, 15 Juli 2015

Ramadhan (30): hari kemenangan?

Jalanan amat ramai menjelang usainya Ramadhan sekaligus hari terakhir menjalankan ibadah puasa. Mereka berhamburan dimana-mana memenuhi pasar, super market, toko makanan, toko baju sampai toko sandal. Kelihatannya banyak orang yang riang hatinya mengetahui Ramadhan hampir usai. Bahkan saya pernah mendengar ada yang mengatakan bahwa kita patut bersyukur telah meraih kemenangan. Benarkah yang demikian ini betul adanya?

Padahal di zaman ketika nabi dan para sahabat masih hidup. Dikatakan mereka amat bersedih hatinya mengetahui Ramadhan sebentar lagi usai. Banyak dari mereka bahkan ada yang meneteskan air mata, menangis karena bulan penuh berkah akan segera pergi.

Bahkan juga pernah dikatakan bahwa di sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan. Rasulullah menyisihkan banyak waktunya untuk beriktikaf di masjid. Berharap menjumpai malam lailatul qodr. Malam yang didalamnya penuh kebaikan melebihi seribu bulan. Ketika kita melakukan amal kebajikan akan diganjar seperti melakukan kebajikan selama seribu bulan, juga sebaliknya jika kita melakukan keburukan. Begitu sebut dalam buku Quantum Ramadhan.

Memang jika kita bandingkan keadaan zaman nabi dan dengan sekarang amatlah jauh berbeda. Sekarang nilai-nilai agama pun semakin jarang  diterapkan. Mungkin di terapkan tapi tidak menjadi satu kesatuan dari keseluruhan. Jadi keadaan amburadul seperti sekrang ini.

Selasa, 14 Juli 2015

Cerbung: Akibat Doa Kedua Orang Tua (1)

Sering Aku bertingkah diluar lingkaran biasa. Salah satunya adalah kisah ini. Sekitar empat tahun yang lalu kejadian ini berlangsung. Bolehlah sedikit kuceritakan pada kalian kawan sepotong kisah ini.

Awalnya hanyalah obrolan-obrolan antar teman yang tak pernah menemui titik keseriusan. Memang seperti itulah remaja usia tujuh belasan tahun. Bicaranya selalu ngelantur, nagalor ngidul tak pernah terencana. Tapi Aku tidak pernah tahu bahwa salah seorang dari kami menanggapi serius obrolan ngalor-ngidul tadi.

H-1 pehelatan akbar festival musik itu akan berlangsung. Apa yang terjadi? Salah seorang yang menganggap obrolan ngalor ngidul tadi serius, lantas Ia segera menemui kami bertiga. Menanyakan kapan kita akan berangkat ke festival musik yang berada diluar kota, amat-amat jauh kota itu bagi anak seusia kami yang tak pernah keluar kota. Tempat keliaran sehari-hari hanya seputar kampung, tak lebih. Artinya berkunjung ke kota besar adalah hal yang tak pernah terselip dalam otak kami. Pengalaman kami nol besar, perjalanan keluar kota adalah sesuatu yang abstrak.

Sore itu langit kelabu. Mendung mengepul kehitaman. Angin bertiup kencang dari segala penjuru menerbangkan dedaunan kering yang berserakan dihalaman. Tiga orang sudah bersiap didepan rumahku. Mereka sudah nekat berangkat. Mereka minta Aku ikut. Sebenarnya Aku agak gamang dengan keputusan mereka. Perasaan ku tak enak. Kalau boleh Aku memilih, aku pilih tidak ikut. Aku sedikit cemas akan keputusan ini. Apalagi cuaca sedang buruk, sebentar lagi hujan akan turun.

Mereka bertiga mendesakku. Aku menghela napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Itu artinya dengan terpaksa aku ikut mereka.  Ya sudahlah, Tapi sebelum berangkat aku izin pada kedua orang tua terlebih dahulu. Mencium tangan lantas mengucap salam pada ibu bapakku. Meminta doa mereka. Sebenarnya inilah kawan yang akan banyak membantu dalam perjalanan nanti, izin dan minta doa pada mereka. Kisah sebenarnya baru akan dimulai. Disinilah kesulitan-kesulitan akan muncul satu persatu.

Perjalanan dari Lamongan ke Malang. Hanya berbekal nekat. Tak tahu arah lewat mana nantinya. Di saku juga hanya terselip uang 15 ribu rupiah. Aku masih ingat betul. Pun juga dengan tiga kawanku itu. Paling mentok uang saku hanya 20 ribu. Kami sudah nekat, tak banyak perhitungan. Juga lihat dandanan kami mirip gembel dipinggir jalan. Tapi anehnya kami sangat pede. Celana jins yang mulanya bagus-bagus saja dengan serta merta kami lubangi dengan silet. Tujuannya cuma satu agar terlihat nakal. Juga berandal. Nyatanya kami adalah siswa sekolahan di SMA kampung.

Kemudian kaos yang kami kenakan amat menakutkan. Semuanya bergambar makhluk dari dunia antah berantah. Ada orang yang tinggal tulang belulangnya terbakar di api neraka. Ada yang hanya tengkorak dengan mata berdarah yang tercongkel keluar. Macam-macam pokoknya dan amat mengerikan. Semua kaos bergambar sanak saudara Grandong. Itu pun katanya agar terkesan sangar. Semua bersepatu dekil dan kumal. Kiranya persiapan barang dan kostum sudah siap. Satu yang paling penting, ukulele. Kupegang erat seperti menggendog bayi.

Berkali-kali aku menyesal dalam batin. Menyesali keputusanku sendiri. Perjalanan pertama yang harus kami tempuh sekitar 19 kilometer dari rumah ke stasiun kereta. Angin semakin beriup kencang menghempas mukaku. Langit juga semakin gelap. Tak ada burung beterbangan lagi. Seolah telah ditelan kepulan mendung yang menghitam. Motor kami melaju di tengah cuaca buruk. Semoga tidak terjadi apa-apa, doaku dalam benak.©

#ToBeContinue

Senin, 13 Juli 2015

Penulis

Harus bisa menemukan sudut pandang yang berbeda dari pada sudut pandang orang pada umumnya.

Kamis, 09 Juli 2015

Ramadhan (22): salah dan lupa

Memang sudah kodratnya manusia ini tempat salah dan lupa. Kita juga sering berbuat salah sekaligus lupa jika kita telah berbuat salah. Parahnya lagi kita telah berbuat salah tapi tidak tahu jika itu sebuah kesalahan. Maka alangkah angkuhnya kita jika enggan untuk belajar.

Yang paling sulit dihindari adalah sifat sombong, meskipun kesombongan itu hanya ada dalam benak. Hanya dalam benak, belum terealisasi menjadi sebuah perbuatan. Kesombongan itu juga hakekatnya mirip dengan perasaan bangga akan kelebihan yang dimiliki. Dan perasaan itu terlalu dibesar-besarkan.

Misal ketika seseorang telah dipanggil dengan kiai. Lantas pekerjaannya hanya i'tikaf, atau membaca kitab kuning. Menurutnya pekerjaannya itu lebih mulia dari apapun. Bahkan lebih mulia dari mencari batu kali. Meskipun pada dasarnya tujuan mancari batu kali itu tak lain untuk membangun masjid. Maka menurut pendapat kiai tadi pekerjaan tersebut lebih cocok jika para santri yang mengerjakannya.

Banyak orang yang lalai, bahwa baginda Nabi tidak pernah membacakan kitab kuning. Beliau lebih condong pada praktek akan nilai-nilai keIslamannya. Sehingga beliau lebih tepat di sebut sebagai Al-Quran berjalan. Semua prilakunya adalah pencerminan dari kandungan Al-Quran. Beliau selain mengerti juga mengamalkan. Alangkah eloknya akhlak beliau.

Meskipun beliau adalah seorang rasul. Belaliau tak canggung untuk turun ke jalan untuk berdakwah.

Rabu, 08 Juli 2015

Ramadhan (21): Belajar Sabar

Sesuai hasil rapat yang telah ditentukan bersama. Hari rabu 8 Juli 2015 adalah waktu pengiriman Proposal Permohonan Dana untuk acara tahunan yang akan diselenggarakan Agustus nanti. Tepat siang tadi mau tidak mau aku dan salah seorang temanku berangkat untuk mengirimkan proposal tersebut.

Awalnya berat sekali melangkahkan kaki. Apalagi sekarang sedang berpuasa cuaca pagi ini pun amat terik. Diluar sana panas matahari serasa membakar kulit, pastinya akan menambah rasa dahaga. Tapi bagaimana pun juga ini untuk kepentingan kelompok. Aku tidak boleh egois. Berpuasa bukan berarti untuk bermalas-malasan. InsyaAllah jika niat berpuasa sudah betul, lilllahi ta'ala. Puasa pun akan terasa nikmat.

Tepat pukul 10.45 kami berangkat. Benar, matahari serasa membakar kulit meskipun kami memakai jaket. Motor melaju kencang sehingga angin menampar-nampar muka kami. Karena terik matahari angin pun terasa panas. Tenggorokan rasanya amat kering. Ludah dimulut pun mulai terasa pahit, amat mencekat. Semoga Allah memberi kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa ini, cuma itu doaku dalam benak. Memang harus kita sadari, kita adalah makhluk yang lemah tanpa bantuan-Nya.

Usai sholat Dhuhur di salah satu masjid dalam perjalanan. Kami bergegas mendatangi toko-toko besar yang telah kami list sebelumnya. Besar harapan kami, Direktur toko-toko besar itu akan berkenan menyumbangkan dana untuk kegiatan yang akan kami adakan. Didepan toko aku dan temanku sudah siap dengan Proposal di tangan, lantas merapikan baju serta menyisir rambut terlebih dahulu agar nanti terliahat rapi dan meyakinkan didepan Donatur.

Kami berlaku sesopan mungkin. Mendekati resepsionis toko dengan meminta permisi kemudian mengucap salam Assalamualaikum. Resepsionis yang amat tebal bedak mukanya. Sedikitpun tak hirau akan kami, bahkan salam pun juga tidak dijawab. Ia malah asyik menghitung segebok uang yang ada ditangannya. Aku pun kemudian menerangkan maksud dan tujuan kami datang. Kemudian di akhir kata  aku berkata,"Bagaimana Bu?". Resepsionis perempuan itu sedikit menatapku dengan pandangan sinis, sejenak dia tak menjawab. Kemudian kuulangi lagi pertanyaan terakhirku. Lalu dia berkata, "Bawa pulang saja mas, sudah banyak Proposal menumpuk dibawah meja". Kemudian dengan sopan aku meminta izin pamit. Kawanku berkali-kali mengeluh pada ku ingin menonjok muka perempuan tadi. Mungkin Ia amat jengkel dengan kelakuan perempuan tadi. Aku hanya tersenyum melihat kawanku. Kemudian bilang sabar, sabar. Sambil mengelus dada kukatakan padanya. Aku tahu dia tidak puas dengan jawaban ku.

Ditoko kedua dan ketiga pun sama perlakuannya. Kami ditolak mentah-mentah. Yang paling aku sesalkan ialah salam yang ku ucapkan kerap kali tak di jawab oleh mereka. Padahal sebuah salam hakekatnya adalah sebuah doa yang baik padanya. Hendaknya dijawab terlebih dahulu.

Bagaimanapun juga tak boleh kita berprasangka buruk pada meraka. Yang paling baik adalah mendoakan semoga Allah memberikan hidayah-Nya pada mereka.

Sementara kawanku mulai gusar. Ia sering ngomel-ngomel sendiri. Ia amat kesal pada perlakuan para penjaga toko itu. Mungkin Ia juga kesal padaku, sebab Aku tak sepaham dengannya. Ia juga mulai mengeluh, katanya pekerjaan ini sia-sia.

Untungnya Ia masih mau ku ajak untuk tetap lanjut. Untuk kesekian kalinya kami di tolak lagi dan lagi. Tapi cukup lumayan kami ditolak dengan sopan. Dan akhirnya entah di toko urutan keberapa ada donatur juga yang berkenan menyumbang meskipun tak seberapa nominalnya.

Rasanya hari ini kami mendapat banyak pelajaran. Salah satunya adalah belajar bersabar. "Man shabara zafira". Ketika kita bersabar, ketika itu juga kita menjadi pribadi yang kuat. Tidak mudah mengeluh atau cengeng dalam menghadapi cobaan. InsyaAllah Allah melihat hamba-hambanya yang berusaha. Apalagi jika kita berusaha sambil meminta pada-Nya. Niscaya apa yang kita harapkan akan tercapai. Bukankah Allah Maha Melihat dan Maha Mendangar pula. Semoga Allah selalu melimpahkan berkah pada kita.

Senin, 06 Juli 2015

Novel Ayah (Andrea Hirata)

Ketika melihat di salah satu akun toko buku di instagram tentang akan terbitnya master piece novel ke- 9 Andrea Hirata yang berjudul "Ayah". Saya langsung terpukau akan eloknya cover novel tersebut. Tidak begitu meriah permainan warnanya, dan di dominasi siluet-siluet orang yang berkerumun di suatu tempat. Macam pasar malam tempat itu. Di tengahnya siluet seorang Ayah dan anaknya terpampang jelas nan tegas terlihat syahdu. Cover rancangan Andreas Kusumahadi itu terlihat misterius sekali. Sedang back cover tertulis banyak informasi mengenai Sang Penulis. Juga dua penghargaan yang diraih Penulisnya juga dicantumkan disitu.

Memasuki lembaran pertama anda akan terpukau untuk kedua kalinya. Sebelum lembaran kisah di tulis. Ada dua lembar yang membuat saya tersihir untuk segera membacanya. Lembar pertama adalah ucapan terimakasih pada seorang guru. Di lembar kedua ini tertulis "Seperti Dikisahkan Amiru Kepadaku". Saya lantas bertanya-tanya dalam benak. Apa yang akan diperbuat Andrea dalam novel kali ini. Takjub bukan main aku dibuatnya.

Seperti biasanya setting novel tetap didaerah kelahiran Penulis. Yang tak lain adalah Belitong. Kampung halaman yang selalu di gamabarkan seperti eutopia. Di episode pertama sudah terlihat jika kisah ini terjadi di Belitong.

Awalnya saya berdalih bahwa novel ini ditulis dengan sudut pandang ketiga. Itu artinya Penulis bukanlah tokoh yang bercerita didalamnya. Tapi seorang yang serba tahu akan kelangsungan cerita itu. Sehingga berbeda jauh dengan tetralogi Laskar Pelangi. Tapi diakhir bab saya terhanyak bahwa bahwa asumsi saya salah telak. Di episode terakhir Penulis kembali hadir dalam cerita.

Alur berjalan maju dan mundur, dua arah. Awalnya saya sempat bingung dengan alur yang dibuat. Tapi alur maju lebih mendominasi novel yang berjudul "Ayah" ini.

Sedangkan tokoh-tokoh dalam novel ini karakternya amat terlihat. Sabari sebagai tokoh utama yang pandai sekali mengarang puisi. Dikatakan dialah Isaac Newtonnya Bahasa Indonesia, alangkah terhenyaknya saya menyadari hal itu. Sabari adalah seorang anak kampung yang jauh dari dambaan wanita. Tapi ia pandai, sangat sabar, setia, berkemamaun keras juga pekerja keras, berkomitmen, juga orang yang sangat unik. Suatu ketika ia jatuh cinta pada Marlena, gadis kampung sebelah yang cantik, elok parasnya, tapi sedikitpun tak mencintainya.

Marlena adalah seorang gadis cantik yang amat Sabari cintai. Anak dari Markoni yang berperangai keras. Pun juga Marlena Ia seorang wanita yang berandal. Tak suka dikekang. Dan suka berkirim surat dengan sahabat-sahabat penanya. Hobinya adalah traveling.

Suatu ketika karena keterpaksaan Sabari dan Marlena pun menikah. Dan dikaruniai seorang anak bernama Zorro. Dari sinilah keajaiban-keajaiban muncul. Zorro adalah anak yang tampan, rupawan, sinar matanya memancarkan keagungan ilmu pengetahuan. Ia juga pandai dalam mata pelajaran, apapun itu termasuk Bahasa Indonesia. Sehingga karena sering dekat dengan Ayahnya, Sabari. Ia pun pandai mengarang Puisi. Silahkan temukan sendiri keajaiban itu dalam novelnya.

Tokoh lainya yang berperan banyak ialah Ukun, Tamat, Toharun, dan Zuraida yang tak lain adalah teman dekat Sabari dan Marlena. Pun juga masih banyak tokoh yang tak mungkin saya sebutkan disini. Juga dengan karakter-karakternya yang cukup kuat.

Kekuatan Penulis mengenai metafora yang berbalut sains atau ilmu pengetahuan yang luas juga didapatkan dalam novel ini. Serta analogi-analogi ringan yang sering membuat saya terpingkal-pingkal karena kelucuannya juga banyak ditemui di novel ini. Metafora dan analogi yang disusun sedwmikian rapa adalah dua hal yang mampu menjadikan karya Bang Andrea memiliki tempat tersendiri dalam hati setiap pembaca. Tapi jujur di tengah-tengah novel kiranya dua hal tersebut sangat miskin kadarnya. Tapi penulisannya yang renyah mampu menutupi kekurangan tersebut.

Mungkin yang sedikit berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Di novel yang penulisannya membutuhkan waktu selama 6 tahun lamanya. Banyak terdapat filosofi-filosofi yang tak pernah terbayang dalam benak. Satu yang paling saya ingat. "Konon waktu terbaik dalam hidup manusia adalah ketika manusia mengetahui untuk apa dia diciptakan. Ketika sabari tahu mengapa ia beri Tuhan dengan telinga mirip telinga wajan. ..." sungguh dalam pernyataan tersebut. Dan masih banyak filosofi-filosofi sederhana yang kerap membuat saya terangguk-angguk mengatakan iya ya.

Garis besarnya cerita ini berkisang tentang perjuangan seorang ayah untuk anaknya. Serta kisah cinta luar biasa yang belum pernah di jumpai dalam kisah-kisah lain. Cerita memang butuh pemahaman yang lebih. Meskipun penulisannya amat ringan. Dan segala kemisteriusan cerita akan terkuak di episode terakhir berjudul "Purnama Ke Dua Belas". Dan ternyata Zorro adalah Amiru. Silahkan temukan sendiri keluarbiasaan maha karya, master piece seorang Andrea Hirata sebagai Author dari Indonesia.

Sekian Resensi Novel "Ayah". Mohon maaf Bang Andrea saya ijin meresensi novelnya.

Sabtu, 04 Juli 2015

Ramadhan (18): Kesalahan Orang Yang Gagal

Saya yakin ketika masih kecil banyak orang tua yang sering bertanya pada kita. "Adek kalau besar nanti ingin jadi apa? Jadi polisi kah, jadi guru kah, atau jadi dokter?" kiranya seperti itu pertanyaannya. Tapi sekecil itu, seumuran anak balita mungkin kita belum tahu apa itu polisi, apa itu guru, apa itu dokter.

Tapi seiring berjalannya waktu. hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Kita tahu apa itu polisi. Apa itu guru, beserta kawan-kawannya. Dan mulailah kita menentukan akan jadi apa kita nanti saat besar. Disitulah kita telah menentukan cita-cita. Meskipun tak sama dengan apa yang ditanyakan kebanyakan orang tua sewaktu kita kecil. Misalnya ada yang ingin jadi pemain sepak bola, musisi, atau pembalap mungkin. Itu kalo laki-laki. Lain lagi kalo perempuan, mungkin ingin jadi aktris, model, atau designer. Aneh-aneh pokoknya. Sesuai keinginan masing-masing.

Memang semuanya bisa bermimpi ingin jadi apa nanti. Tapi nyatanya dari sepuluh orang yang memiliki cita-cita yang sama mungkin hanya ada dua atau tiga orang yang mampu meraih cita-citanya. Kenapa bisa ya? Semuanya terletak pada proses pencapaiannya. Disinilah letak kegagalannya, mengapa kita tidak dapat meraih apa yang kita inginkan.

Jujur berkali-kali Saya mengalaminya. Disinilah Saya sering tertekuk lesu karena merasa mustahil akan mencapainya. Sehingga dengan berat hati Saya memilih melepaskan impian itu. Perasaan pesimis muncul menyelimuti. Disini saya sering membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain yang telah berhasil meraih impian. Menganggap dia lebih berbakatlah, lebih terfasilitasilah, ekonomi juga mendukunglah. Maka mustahil Saya yang tak punyai semua itu mampu meraih impian tersebut. Dan memilih putus harapan. Agaknya keadaan seperti inilah yang sering dilakukan oleh tujuh orang yang gagal tadi. Persis seperti yang sering saya alami.

Itulah kesalahan terbesar yang sering dialami orang ketika gagal meraih impiannya. Ketika Saya mengobrol dengan teman saya tepat sehari yang lalu. Saat puasa telah dapat tujuh belas hari. Secara tidak langsung saya mendapat jawaban itu. "Jangan pernah mendahului nasib boi!" kata Arai. Mirip seperti itulah.

Sering kita lupa bahwa Allah tidak pernah menguji hambanya melebihi kemampuan yang dimilikinya. Jika kita ditempatkan dalam keadaan yang amat sulit. Percayalah bahwa Allah tahu bahwa kamu punya kekuatan yang sepadan untuk melawan kesulitan tersebut. Hanya saja kita mendahulukan mengeluh dari pada berusaha. Lantas mana mungkin Allah akan peduli pada mimpi kita. Jika kita sendiri tak peduli dan tak berusaha dalam meraihnya. Ibaratnya begini siapa yang mau mengerjakan tugas sekolah kita, jika tidak kita sendiri yang mengerjakannya. Jika di tengah jalan mengalami kesulitan dalam pengerjaannya, bolehlah kita bertanya pada teman. Seperti itulah usaha. Satu lagi, jangan pernah malu akan apa yang kita punyai sekarang, sebab jika kita malu, maka secara tidak langsung kita tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Allah. Alangkah hinanya kita jika berlaku demikian.

Maka sedikitpun tidak ada alasan mengapa kita tidak bisa meraih impian lantaran terbatas keadaan. Itu sama artinya dengan kita sedang menyalahkan ketentuan Allah. Semoga kita bukan termasuk golongan yang demikian. Semoga Allah selalu membersamai orang yang senantiasa berbuat kebajikan.

Kamis, 02 Juli 2015

Ramadhan (15): Sabari dan Marlena

Awalnya Sabari adalah anak kecil kampung yang amat dekil. Setiap hari akrab dengan sawah, kali, juga hutan. Tak heran jika kulitnya gelap macam mati lampu. Juga bajunya yang compang camping penuh bercak noda getah pohon pisang. Bisa dikatakan perawakannya jauh dari dambaan kaum hawa. Oleh karena itu, baginya cinta adalah sebuah benda asing ditelinganya. Tabu, dan sungguh abstrak baginya.

Tapi semuanya berubah ketika ujian masuk SMA berlangsung. Isaac Newton nya mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah Sabari seorang. Hobinya adalah mengarang puisi. Ayahnya pun seorang guru bahasa Indonesia. Maka tak heran jika Sabari mendapat nilai 9,5 disetiap nilai ulangan Bahasa Indonesia. Ketika waktu ujian hampir selesai, lembar jawabanya di rampas oleh seorang gadis berlesung pipi nan cantik bernama Marlena. Ketika itulah cinta menghampiri Sabari.

Marlena telah mengacak-acak hati sabari. Siang dan malam yang ada dipikiran Sabari hanya Marlena seorang. Kebiasaan Sabari pun berubah 180 derajad seketika itu. Ia mulai merawat diri. Merapikan baju, yang biasanya amburadul kini dimasukkan celana, macam pegawai kantor. Rambut disisir belah samping. Ia juga enggan bermain di lumpur.

Tapi alangkah malangnya, seperti dikebanyakan sinetron. Cinta Sabari bertepuk sebelah tangan. Marlena sedikitpun tak hirau akan Sabari. Tapi Sabari tetap berusaha mendapatkan cintanya. Semua usaha dilakukannya, yang tak lain hanya untuk mendapatkan perhatian Marlena. Mulai dari menjadi ketua kelas, menjadi atlet lari lantaran Marlena suka berolah raga. Ikut anggota grup band tapi jadi seksi gulung kabel, lantaran Marlena suka dengan anak band. Dan banyak kegilaan-kegilaan yang telah dilakukan Sabari untuk mendapatkan cinta Marlena, gadis yang cantik tapi berpendirian macam pemberontak.

Selama sebelas tahun cinta Sabari akan Marlena tak pernah luntur. Usaha-usaha gila telah dilakukannya. Mungkin cintanya ibarat pungguk merindukan bulan, begitulah kiranya jika boleh dianalogikan cintanya. Cemoohan dari warga kampung pun tak henti-hentinya menampar mukanya. Tapi Sabari adalah pejuang cinta yang sejati. Romeo dari kampung Belantik. Ia yakin suatau nanti akan mendapatkan Cinta Marlena.

Kiranya seperti itulah hidup. Tak jarang kita menginginkan sesuatu yang mustahil dan pernah ditertawakan orang dalam meraih nya. Tapi karena keyakinan dan tekad yang kuat, kita mampu menghadapi semua aral yang melintang. Tentunya dengan usaha-usaha yang tak terperi sulitnya. Mungkin suatu nanti Tuhan mengabulkan apa yang kita usahakan. Macam Sabari yang mengejar cintanya. Itulah secuil dari kisah dalam novel "Ayah" karya Bang Andrea Hirata.