Selasa, 30 Juni 2015

Ramadhan (14): Bolehlah Warung Makan Tetap Beroperasi

Dibulan Ramadhan ini warung-warung makan banyak yang tidak buka. Pun juga ada yang buka tapi malu-malu alias masih menerima pembeli dengan cara sembunyi-sembunyi. Saya yakin anda mengerti apa yang saya maksud.

Anggapan banyak orang tentang kasus ini pun banyak. Bahkan ada yang menganggap kasus ini tak patut dilakukan. Apa pemilik warung tak tahu, kalau perbuatannya mengganggu orang puasa, begitu ujarnya. Memang boleh saja berpendapat, toh ini negara demokrasi. Dimana setiap orang boleh berpendapat.

Sah-sah saja memang berpendapat. Tapi jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Saya pernah membaca suatu artikel di salah satu media sosial yang judulnya, jika tidak salah "Menghormati Orang Yang Tidak Berpuasa". Saya sempat termenung memikirkan isi dari artikel tersebut.

Isinya pun sangat bertolakan dengan pendapat kebanyakan orang yang memberikan stigma buruk pada pemilik warung yang buka pada siang hari, di bulan Ramadhan. Seperti sekarang ini. Bahkan bisa dibilang Penulis artikel tadi malah mendukung, boleh-boleh saja! Tidak masalah! Jangan berprasangka buruk dulu terhadap Penulis artikel tadi. Kalian boleh kecewa jika menganggap artikel tadi adalah tulisan orang non muslim. Ia seorang muslim.

Didalamnya mengatakan, buat apa kita merisaukan para penjual makanan yang masih membuka warungnya. Bahkan sampai capek-capek mengatai yang tidak-tidak pada mereka. Bukankah itu urusan mereka, mau beroperasi atau tidak. Toh orang-orang disekitar kita tidak semuanya muslim. Jadi, ada juga orang yang tidak sedang puasa. Maka kita yang tengah berpuasa setidaknya harus mengerti.

Jika sedang berpuasa ya berpuasa saja. Tidak usah berpikiran buruk terhadap mereka. Jika kita sibuk, mempermasalahkan Mereka. Malahan kita yang patut dipertanyakan kualitas puasanya. Juga salah kaprah jika kita mengartikan puasa sebagai ibadah yang hanya menahan makan dan minum saja. Tapi lebih dari itu. Juga menawan hawa nafsu. Yaitu menahan kita dari segala perbuatan-perbuatan kurang terpuji.

Jadi meskipun warung-warung tetap beroperasi. Jika niatan kita dalam berpuasa sudah benar-benar, benar. Kita tidak akan memperdabatkan hal-hal kecil seperti itu. Sebaliknya jika puasa kita hanya ikut-ikutan,  tidak hanya lihat orang makan di warung kita akan ikut. Tapi Lihat orang maksiat kita ikut. Lihat orang berkata kotor juga ikut. Semoga kita tidak tergolong orang yang demikian dan mampu menjadikan puasa sebagai kendali diri. Dan meningkatkan ketaqwaan kita.

Senin, 29 Juni 2015

Ramadhan (11): Tidak Ada Yang Mustahil Dihadapan-Nya

Belum apa-apa sudah mengatakan tidak bisa, tidak mungkin, mustahil. Ketika dihadapkan pada sesuatu yang kita anggap luar biasa maka untuk mencapai hal tersebut kita sering pesimis dan berkeluh kesah seperti yang disebutkan tadi.

Seringkali kita menyalahkan keadaan lantaran tidak bisa meraih apa-apa yang kita impikan. Alasan klasik yaitu masalah ekonomi yang acapkali diperdebatkan jika impian kita bersangkutan dengan keinginan untuk bersekolah setinggi mungkin. Karena ekonomi yang lemah, lantas kita mengubur dalam-dalam impian bersekolah.

Guru SMP-ku pernah sedikit menceritakan pengalaman hidupnya sewaktu Ia bersekolah. Ia bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan secara ekonomi. Macam anak-anak pejabat yang berlimpah uang. Ia juga bukan anak seorang saudagar. Tapi Ia hanyalah anak orang miskin yang serba kekurangan. Ibunya tukang buruh cuci. Dan bapaknya tukang ojek. Tapi beliau berhasil menuntaskan pendidikannya sampai jenjang pasca sarjana. Waktu itu beliau pernah bilang untuk membayar uang SPP Ibunya harus berlari kesana kemari mencari pinjaman uang. Dan sewaktu Ibunya tadi meminjam uang, Ia selalu berkata untuk mengembalikan uang tidak lebih dari batas waktu yang telah dijanjikan. Guru saya pun terheran, katanya jauh hari sebelum waktu yang telah dijanjikan Ibunya berhasil melunasi hutang uang SPP tersebut.

Mungkin Itulah cara Allah untuk menolong hambanya yang berniatan baik. Inilah yang sering kita lupakan. Kita sering merupakan bahwa kita punya tempat terbaik untuk meminta. Tempat terbaik untuk memohon. Tempat terbaik untuk mengadu, juga berkeluh kesah. Dihadapan-Nya tidak ada yang mustahil. Siapa yang mampu meninggikan langit tanpa satupun tiang. Juga siapa yang mampu mengubah malam menjadi siang, siang menjadi malam. Tiada seorang pun yang mampu kecuali Allah, Tuhan semesta alam.

Ketika semua dihadapan kita menjadi mustahil. Serahkan semuanya pada-Nya. Tugas kita hanya berikhtiar (berusaha) meraih apa yang kita impikan. Kemudian disertai berdoa padaNya. Memohon apa yang mustahil bagi kita untuk dimudahkan. Terakhir baru bertawakal menerima hasil yang telah diperoleh.

InsyaAllah, Allah selalu memberikan kemudahan bagi hamba-hambanya yang berusaha untuk meraih niatan baiknya. Bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan apa-apa yang diinginkan, tanpa orang tersebut berusaha terlebih dahulu. Itu sama saja seperti orang ingin makan tapi enggan berjalan ke warung. Mana mungkin dia bisa makan.

Yakinlah bahwa setiap apa-apa yang kita impikan tidak ada yang mustahil. Semuanya butuh proses. Dan didalam proses tersebut terkandung usaha, ikhtiar, juga tawakal. Bukankah manisnya hidup baru terasa setelah kita berlelah-lelahan. Ibarat orang berpuasa yang meneguk segelas Es sewaktu berbuka. Sangat beda rasanya, akan ada kenikmatan tersendiri. Jadi janganlah mengeluh sebelum berusaha.

Ramadhan (10): Orang Yang Dikunci Mati Hatinya

Sering kita berjumpa dengan orang-orang yang keras wataknya. Tidak sulit menemukan orang bertabiat demikian. Orang-orang yang apabila berdebat maunya menang sendiri, tidak peduli pendapatnya benar atau salah.

Dan apabila diberi penjelasan untuk pembenaran, bahwa yang Ia lakukan barusan adalah salah. Dia akan tak acuh dan tak mau tahu. Memandang dengan sebelah mata. Juga mendengar dengan sebelah telinga saja. Bukan malah memperhatikan dengan seksama lantas mempertimbangkan penjelasan tersebut.

Jujur saja, Saya sendiri pun pernah berlaku demikian. Tidak jarang saya sering membantah pendapat orang. Dan selalu menganggap bahwa diri sendirilah yang paling benar. Pendapat sendirilah yang paling benar. Tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan pendapat orang lain.

Inilah akibat dari rasa individual yang sangat tinggi. Merasa lebih dalam segala hal dari orang lain. Saat seperti inilah rasa egois juga sombong akan muncul. Orang lain akan menganggap kita sebagai pribadi yang angkuh. Dan perlahan-lahan orang terdekat akan merasa gusar dengan kita. Akhirnya enggan berkawan dengan kita.

Salah apabila kita selalu merasa benar karena merasa ilmu yang dimiliki lebih tinggi. Itu sombong namanya. Dalam buku Agus Mustofa menjelaskan bahwa Allah tidak akan menurunkan ilmuNya pada orang-orang yang berbuat sombong, serakah, dan zalim.

Dan Allah pun benci nian pada orang-orang yang menyombongkan diri, salah satunya seperti orang yang tak pernah bisa menerima pendapat orang lain karena merasa angkuh. Enggan apabila dibenarkan oleh orang lain. Mungkin seperti inilah orang-orang yang dikunci mati hatinya oleh Allah. Tak ada sedikitpun petunjuk dari Allah untuknya. Dan celakalah orang-orang yang demikian seperti banyak dikatakan dalam ayat-ayat Al-Quran. Naudzubillah.

Inilah orang-orang yang sombong. Merasa bahwa dirinya sudah terlalu pintar, pandai, dan berpengetahuan luas. Maka dari itu Ia enggan untuk belajar. Sebaliknya orang-orang yang selalu belajar dan belajar lagi. Selalu merasa bahwa ilmunya kurang. Ia sering mendengarkan dari pada membantah. Berpendapat usai mempertimbangkan terlebih dahulu. Dan mampu mengambil pelajaran apabila melakukan kesalahan. Tidak serta merta keras mempertahankan pendapat yang nyatanya salah.

Mungkin pada orang-orang yang demikianlah Allah memberikan petunjuknya. Menuntunnya pada jalan yang lurus. Lantaran Ia jauh dari kesombongan. Buktinya ia mampu mengambil pelajaran di setiap kejadian. Semoga kita tergolong orang-orang yang diberikan petunjuk oleh Allah swt. Amin.

Jumat, 26 Juni 2015

Ramadhan (9): Tak Seperti Kelihatannya

Ternyata di dunia ini semua yang kelihatannya baik nan lugu tak sebaik dan tak selugu kelihatannya. Ibarat dua kepribadian yang saling berbanding terbalik. Saling bersingkuran, dan penuh tipu muslihat. Hati-hati kawan.

Memang pada dasarnya sejak kecil seekor kucing adalah hewan yang selalu punya tempat tersendiri dalam hatiku setelah orang-orang terkasih. Bisa dibilang tempat itu agak istimewa. Aku tak tahan ingin membelai bulunya apabila menemui kucing. Dimanapun dan apapun jenisnya Aku tak hirau.

Entah kenapa makhluk berkaki empat, bertubuh mungil, bermata lebar nan berkilat-kilat bila tersorot lampu, itu sangat menarik di mataku. Perangainya lugu sekali. Diberi makan kepala ikan asin pun tak berontak, berkomentar, apalagi menolak. Tak banyak cing-cong makhluk satu itu langsung melahapnya meskipun kepala ikan asin itu posisinya berada tepat di atas tanah tanpa alas, apalagi sendok dan piring. Tak repot bukan!

Tapi entah mengapa akhir-akhir ini perangainya sudah seperti penjilat saja. Atau penyuap. Macam para pelaku-pelaku politik kebanyakan. Malam tadi Ibuku muntab untuk kesekian kalinya. Akibat kelaukan Cemong- nama kucingku yang dalam penamaannya berdasarkan asas sesuka hati- yang berubah drastis, yang awalnya nurut-nurut saja macam santri pondokan. Kini tabiatnya berubah macam bergajul yang tak tahu sopan santun. Yang sering mangkal di warung kopi.

"Sudah kubilangkan, tak ada faedahnya pelihara kucing. Makhluk tak tahu diuntung, tak bisa memberi penghasilan malah mengurangi jatah makan, kencing dan berak sembarangan pula. Kerjanya cuma malas-malasan. Perut kenyang pergi tidur. Nasi matang tak diundang pun datang. Kini ludes sudah anak ayam digondol kucing bergajulmu itu!", Ibuku muntab, ngomel-ngomel sesuka mulutnya. Sudah seperti seorang guru yang memarahi muridnya habis-habisan lantaran tak bikin PR.

Aku tak bisa berkata apapun untuk membela kucingku. Aku sendiri pun terheran sekarang tak hanya manusia yang bertabiat menyimpang. Bahkan kucing yang akrab dengan makan tikus, kini bergeser jadi makan anak ayam. Kasihan Musang dapat saingan baru. Entah apa penyebabnya, memang sudah lama tikus minggat tak melihatan ujung ekornya. Sebentar lagi perombakan besar-besaran akan terjadi pada mata kuliah biologi. Populasi ayam dalam jaring-jaring makanan akan di buru oleh dua bergajul, macam musang dan kucing. Populasi tikus lenyap entah kemana. Dan yang berada dipuncak jelas ibuku karena dialah satu-satunya penentu siapa yang berhak tinggal di rumah.

Pecah sudah suasana malam yang seharusnya damai beralunan lantunan ayat-ayat suci. Aku kena damprat akibat sering membela bergajul lugu itu. Kini empat ekor anak Ayam ludes di lalap bergajul lugu peliharaanmu ujara ibuku padaku. Sudah tidak bisa di ampuni. Mau tidak mau Cemong harus angkat koper meninggalkan rumah.

Apakah nasib bergajul selalu berakhir riskan seperti itu. Tak sedap dipandang. Juga tak pantas untuk dibela?

Kamis, 25 Juni 2015

Kang Abik (Copy SPN)

📝 Bedah Skema Novel "Api Tauhid" karya Habiburahman El-Shirazy 📝

Oleh Wildan Fuady

Kita sama-sama tau bahwa novel ini amat Best Seller, selain karena penulisnya, novel ini pun menjadi oase baru buat sastra sejarah abad ini. Tak jarang, kekuatan Kang Abik ada di dalam memahamkan pembaca meskipun pembaca awam sastra.

Kita boleh tengok beberapa novelnya, isinya mudah dipahami, mengalir dan kaya dengan ilmu.

Secara garis besar, novel Api Tauhid berhasil menyuntik kita untuk membaca tuntas novel setebal 570 halaman itu.

Skemanya adalah:
1⃣ pengenalan tokoh dan konflik
2⃣ flashback mengapa terjadi konflik
3⃣ pembawaan alur agar konflik selesai dengan cara menghadirkan tokoh teladan
4⃣ pembenahan konflik tokoh utama
5⃣ klimaks

Ada yg paham mengapa skema tersebut?

Jadi ... Diawal Kang Abik memaksa pembaca agar pembaca terbawa alur penasarannya. Hingga, pembacapun tak bosan meneruskannya.

Itu kekuatan novel jika "why" di tekankan pada bab awal2 ...

Menurut saya, ini kekuatan hypno buat para pembaca. Sama seperti saya membaca novel Hafalan Shalat Delisa nya Bang Tere ... Pada bab awal diperkenalkan sebuah masalah ... Yang kadang membuat kita penasaran akan lanjutan ceritanya ..

Yg digunakan justru alur maju lebih dahulu. Lalu diperkenalkan alur mundur sbg flashback sebuah masalah ... "Why" menyelinap pada bagian ini ...

Nah, kekuatan novel sebenarnya ada di titik awal. Pembaca tidak akan berhenti membaca novel kita kalau alurnya .... Pengenalan tokoh dan masalah - flashback dan sisi why masalah - kemasan cerita - penyelesaian masalah ...

Ini yg menurut saya berhasil menyuntik pembacanya. Penulis2 besar seperti itu banyak saya temukan alurnya sama... Haya kemasan dan ceritanya yg beda ...

Jadi ... Jelas ya ... Sisi novel Api Tauhid itu bgtu skemanya ...

Tak jarang, saya menemukan banyak kesamaan skema ...

Nah, saya pun sedang menggarap sebuah novel. Mohon doanya. Saya nulis bgini bukan brarti saya paham tentang novel.

Untuk menulis novel saja, penelitian saya bertahun-tahun.

Sekarang, cobalah jika kita membaca sebuah novel agar mempelajari juga alur novelnya. Khususnya bagi pemula dan ingin belajar menulis novel ...

Ini sangat membantu memahamkan kita tentang cara membuat sebuah novel. Anggap saja, kita membaca dan kita pun melakukan sebuah penelitian kecil.

Itulah beberapa nasehat dari guru saya, bacalah lalu pelajarilah. Gunakan semua indramu agar kita peka terhadap sesuatu hal yg kecil sekalipun.

Demikian ulasan singkat dari saya. Semoga ada manfaatnya. Aamiin.

Ramadhan (8): Aplikasi Nilai-nilai Islam

Dalam bulan Ramadhan ini umat Islam gencar-gencarnya beribadah. Memperbanyak aktivitas keagamaan. Yang sebelum Ramadhan jarang melaksanakan sholat berjamaah di Masjid, kini selama Ramadhan giat sekali berjamaah di Masjid. Yang sebelum Ramadhan enggan sekali membuka Al-Quran, kini selama Ramadhan gemar sekali membaca Al-Quran bahkan saking semangatnya hingga melantunkannya di speaker TOA yang terpancang tegak di atas masjid atau mushola.

Seperti itulah euforia Ramadhan jika dilihat dari sudut keagamaannya saja. Perubahan terjadi 180 derajad. Berbalik drastis. Yang awalanya malas bahkan enggan bersentuhan dengan masjid kini mereka hobi sekali bersentuhan dengan masjid.

Itu adalah berita yang cukup bahkan bisa dibilang sangat membanggakan. Ketika umat mulai cinta lagi terhadap aktivitas keagamaan seperti mengaji dan sholat tadi.

Tapi alangkah baiknya ketika aktivitas keagamaan itu terproyeksi ke dalam tingkah laku keseharian kita. Jadi yang kita lakukan bukanlah hanya khusyu' beribadah saja melainkan ada aplikasinya.

Seperti yang pernah disinggung oleh Muhammad Abduh ketika Ia berkelana ke Barat, lantas Ia berkata, "Dibarat saya menemukan Islam tanpa muslim, sedangkan Ditimur saya menemukan muslim tanpa Islam." apa arti dari perkataan beliau? Seperti yang telah dilakukan badan survei internasional untuk mengetahui seberapa islamkah suatu negara.  Survei yang dilakukan selama empat tahun sekali itu hasilnya sangat mencengangkan. Bagaimana tidak mencengangkan ketika tahu peringkat sepuluh besar dari hasil survei tersebut diraih oleh negara-negara sekuler (tidak mengenal Tuhan) alias atheis. Sedangkan Indonesia, yang seluruh dunia tahu bahwa negara Islam terbesar adalah Indonesia malah menduduki peringkat ke 140-an. Jauh di bawah Malaysia.

Apa yang salah? Atau bagaimana ini bisa terjadi? Karena dalam penilaian tersebut yang diutamakan adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Bukan berdasar akumulasi penduduk beragama Islam.

Dibarat atau eropa yang mayoritas penduduknya sekuler. Nilai-nilai Islam di aplikasikan disana. Dilihat dari kebersihan lingkungan, tingkat kejahatan yang lebih rendah, juga tingkat korupsi. Di barat semua itu terlihat. Bukankah itu ajaran yang terkadung dalam Al-Quran, untuk mengutamakan kebajikan.

Sedangkan Ditimur terjadi sebaliknya. Penduduk mayoritas beragama Islam. Tapi tak terlihat aplikasi atau nilai-nilai Islam tertanam disana. Lihat saja lingkungan kumuh bisa ditemui dimana-mana di jalan raya, di taman, di bantaran sungai, di pantai. Sampah berserakan sesuka hati.

Lalu tingkat kejahatan. Pencurian, pembunuhan, tindak suap, judi, pelanggaran HAM, hingga korupsi. Semua itu bukan kabar asing lagi bagi telinga kita. Alangkah jahiliahnya kondisi seperti ini.

Apa yang sebenarnya salah? Kembali pada pernyataan di atas. Mungkin selama ini kita sering mengaji tanpa meresapi arti. Mengaji tanpa tahu makna sebenarnya. Melakukan ibadah tanpa tahu esensi sebenarnya dari ibadah yang kita lakukan. Atau kita tahu makna sebenarnya tapi enggan mengamalkan nilai-nilai Islam.

Maka alangkah baiknya ketika kita tahu maksud dari ibadah dan juga segan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Alangkah eloknya ketika kita hidup dengan bertaburan hal-hal baik disekitar kita. Menyandang Islam bukan hanya sebagai status, tapi lebih menekankan pada penyandangan nilai-nilai Islam.

Rabu, 24 Juni 2015

Ramadhan (7): Perangai Padi

Saya masih ingat betul sore itu. Saat saya duduk berdua dengan salah seorang teman yang saya anggap sebagai guru saya. Meskipun umurnya sedikit lebih muda dari saya.

Usai sholat dhuhur seperti biasanya, selalu saya sempatkan untuk duduk sejenak. Hitung-hitung istirahat dari sibuknya aktivitas harian. Hari itu juga bertepatan dengan diadakannya pelatihan dasar kepemimpinan yang saya sendiri adalah salah satu pesertanya.

Jujur saja pelatihan yang diadakan kurang lebih dua hari satu malam itu terasa memuakkan. Kenapa memuakkan? Jujur saya jengkel dengan para pemateri-pemateri dalam pelatihan itu karena kebanyakan dari mereka terkesan amat congkak dengan ilmu yang disampaikan pada para peserta. Itu yang pertama, kedua, dengan tingkah lakunya yang sungguh tak pantas diperlihatkan didepan kami. Bayangkan mereka tak sungkan-sungkan mengangkat lalumenyandarkan kakinya di atas paha satunya macam kelakuan orang-orang tak beradab yang banyak ditemui cangkruk diwarung kopi. Bukankah itu terkesan tak elok dipandang mata.

Pernah sekali salah satu peserta bertanya pada pemateri yang terkesan congkak itu. Yang didapat bukan suatu penjelasan yang mencerahkan. Malahan sebaliknya Si penanya tadi kena damprat habis-habisan. Di caci maki tak keruan. Di ketawain lantas dibentak-bentak lantaran Si penanya tadi kurang mengerti apa yang barusan disampaikan. Bisa dibilang itu adalah sikap pembunuhan karakter, penciutan mental, juga pembunuhan rasa ingin tahu yang berujung kehilangan sifat kritis.

Saya jengkel tak terperi atas perbuatan mereka. Setelah saya ceritakan peristiwa barusan pada teman tadi, yang kuanggap guru itu. Diluar dugaanku, Saya sungguh malu luar biasa. Lantaran ketika itu Ia hanya tersenyum seraya mengangguk-anggukan kepalanya. Ternyata hanya ini jawabannya padaku.

"Satu buku tuntas kau baca, Kau akan mendongakkan kepala. Puluhan buku tuntas kau baca, Kau akan menurunkan kepala, gamang. Ratusan buku tuntas Kau baca, maka kau akan semakin merunduk. Seraya berkata Aku tidak tahu apa-apa."

Awalnya Saya kebingungan apa yang dimaksud kawan saya itu. Agaknya sampai sekarang saya masih belum tahu penjelasan sebenarnya atas perkataan tadi.

Beberapa hari yang lalu jauh setelah peristiwa diatas. Saya melihat siaran ulang talk show Andrea Hirata atas launchingnya Novel ke sembilannya yang berjudul Ayah di salah satu stasiaun TV. Karena saya terlambat menetahuinya lantas saya lihat talk show tersebut di you tube. Saya tercengang untuk kedua kalinya. Disalah satu sesi Andrea Hirata berkata demikian dengan raut muka yang syahdu. Juga suara yang lirih.

"Semakin Saya banyak belajar, maka saya semakin tidak tahu..."

Itu salah satu kata yang paling saya ingat dalam talk show tersebut. Dan secara tidak sadar, baru saya sadar bahwa penjelasan dari Andrea Hirata tadi memberi tambahan penjelasan atas jawaban kawanku diatas tadi.

Sungguh luar biasa. Gemuruh dalam dadaku bergejolak bak ombak yang berkali-kali mengempas karang dinding pinggiran pantai. Saya menggelengkan kepala tidak tahu. Kemudian menganggukkan kepala sekali dua. Seperti orang yang baru saja mendapat hikmah yang luar biasa. Atau seperti orang yang baru sadar bahwa judi itu peluang kemenangan lebih kecil dari peluang kekalahan.

Dari sini boleh kusimpulkan. Bahwa semakin tinggi ilmu seseorang maka ia akan semakin merasa bodoh. Semakin merasa bahwa dirinya masih belum apa-apa. Tidak salah jika orang-orang luar biasa ilmunya diibaratkan seperti padi yang matang. Semakin berisi maka ia semakin merunduk. Maka kesimpulannya, Pemateri tadi bukanlah berperangai mirip padi. Saya yakin kalian tahu apa yang saya maksud.

Selasa, 23 Juni 2015

Ramadhan (6): Esensi Cinta?

Bukankah cinta sudah terlalu banyak terhampar di sekitar kita. Seperti, Cinta seorang ibu yang tak pernah jera membangunkan makan sahur anaknya. Cinta seorang ayah yang tak pernah berhenti membanting tulang untuk uang saku sekolah anaknya. Cinta seorang teman yang tak henti-hentinya menjahili kawannya. Cinta seorang Dosen yang tak henti-hentinya memberikan tugas pada mahasiswanya. Dan cinta yang paling kita tunggu saat ini adalah cinta sepiring nasi dan setumpuk lauk juga segelas Es teh yang selalu setia menunggu kita saat adzan maghrib berkumandang nanti.

Memang esensi satu kata itu tak pernah terpuaskan penjelasannya sampai saat ini.

Minggu, 21 Juni 2015

Ramadhan (4): Membaca Adalah Perintah

Bagi sebagian orang membaca adalah pekerjaan yang sangat berat. Ketika hendak membaca atau sedang membaca ada saja gangguan yang datang menghampiri ujar seorang teman padaku tempo hari. Mulai dari rasa kantuk yang tak tertangguhkan. Ada juga yang berujar, usai membaca tak sedikitpun Ia ingat apa yang dibacanya barusan.

Ia berkeluh kesah padaku. Katanya ingin  bisa membaca senyaman seperti yang kulakukan. Ia pun tak henti-hentinya menanyaiku tentang apa resepnya? Apa tipsnya? Katanya sewaktu membaca buku Aku seolah sedang bermain game. Khusyu' tak menghiraukan sekitar.

Tak banyak pula penjelasan yang kuberikan pada kawanku itu. Penjelasanku padanya bukan berdasar teori-teori seorang tokoh. Tapi hanya sekedar pengalamanku saja. Tidak ada resep khusus kawan.

Jika ingin membaca maka yang pertama cukup membaca. Paksalah diri sendiri. Paksa terus setiap hari. Maka lambat laun secara tidak sadar kita akan mengalami candu membaca.

Sudah membaca tapi tak sedikitpun ingat apa yang barusan dibaca. Kalau satu ini tidak usah dipermasalahkan. Saya pun sering mangalami kejadian serupa. Ketika Kita usai membaca, sedikitpun isi yang kita baca tak melekat dalam benak. Bisa jadi saat membaca fokus kita bukan kearah apa yang dibaca saat itu. Bisa juga ini tergantung mood pembaca.

Tapi satu hal yang perlu teman-teman tahu.  Allah pun memerintahkan demikian. Tugas kita adalah membaca. Cukup membaca dan yang nantinya bertanggung jawab memberikan hikmah (pemahaman) hanyalah Allah semata. Ini artinya sebanyak apapun kita membaca jika Allah tak berkehendak menurunkan ilmu-ilmuNya. Sia-sia semuanya. Bahkan Nabi Muhammad pun diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa memohon ditambahkan ilmu pengetahuan ketika tengah membaca.

Sebenarnya membaca bukanlah pekerjaan berat. Seperti yang dikatakan M Husnaini bahwa membaca itu ibarat makan rujak. Awalnya terasa pedas tapi ada kenikmatan-kenikmatan yang terselip didalamnya. Bermacam-macam kenikmatan yang didapat dari membaca. Tergantung apa yang kita baca.

Dari membaca kita akan banyak tahu apa-apa yang belum kita tahu. Rasulullah menjadi orang yang disegani. Menjadi ilmuan jenius sepanjang masa. Menjadi negarawan yang bijaksana. Dan menjadi Nabi Akhir Zaman pun juga karena ilmunya yang diperoleh dari membaca. Seperti perintah perdana Allah yang tertera pada surah Al Alaq (Bacalah). Maka mulai dari sekarang mari bersama-sama memperbanyak membaca seraya memohon di berikan tambahan Ilmu pengetahuan oleh Allah swt. Amin!

Empat Jarum Sialan

Ini hari adalah hari pembalasan. Dua hari yang lalu empat jarum yang ujungnya selancip sengatan lebah kulayangkan pada daerah tubuh kawanku. Jika bukan karena tuntutan perkuliahan mana tega Aku menyakiti kawanku sendiri.

Aku masih ingat betul ruang ujian nan pengap oleh rasa cemas. Seolah kepengapan bercampur aduk dengan kecemasan kemudian mencekatku dari segala penjuru. Napasku agak sesak sebab sebentar lagi giliranku menancapkan jarum suntik pada urat nadi kawanku sendiri. Aku agak gamang sebab ini pertama kalinya dalam hidupku. Kemungkinan-kemungkinan buruk mulai berdatangan di benakku.

Disini nyawa dipertaruhkan. Ini manusia bukan benda yang tak bernyawa macam sepeda motor. Batinku bergejolak. Bagaimana jika nanti jarum yang kutusukkan menambat tulang, pastinya ngilu bukan main serta merta menyiksa kawanku. Atau bagaimana jika jarum yang kutusukkan memotong saraf-saraf kecil yang bersandar di sekitar pantat, akibatnya kawanku akan mengalami kelumpuhan total. Kemudian Aku akan dituntut untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku barusan di kantor polisi. Sudah jelas kesalahanku tak tertampikkan lagi. Hingga akhirnya Aku akan mendekap di balik jeruji. Ya Tuhan semoga semua itu tidak terjadi.

Bagaimanapun Aku bersikeras menenangkan sikap. Sok santai seolah tak ada yang perlu dicemaskan. Aku tetap tidak bisa bersikap setenang air dalam gelas. Yang ada, pikiranku kalut. Entah kenapa rongga dada juga terasa sesak. Dan degup jantungku berpacu kencang senada dengan hentakan kaki kuda dalam sebuah pacuan. Tapi semua itu Aku bungkus rapat-rapat didalam ekspresi wajah nan datar.

Namaku telah di panggil Dosen penguji. Lantas aku berdiri di samping dipan berwarna hijau, khas sekali macam dipan-dipan di rumah sakit. Di depanku, seberang kasur duduklah Dosen penguji yang bermuka penuh tipu muslihat. Senyumnya sulit untuk diartikan. Kini Aku harus berhadapan dengan sesuatu yang betul-betul asing. Botol-botol rendah nan gendut berjejer memilukan di antara peralatan medis lainnya. Bak instrumen berkilat-kilat, di dalamnya teronggok empat jarum suntik yang mengerikan di ujung-ujungnya. Disitulah pusat gravitasi ketakutan terbesar berbalut resiko mengerikan.

Didepanku sudah terbaring pasrah kawanku. Seolah Ia menyerahkan seluruh hidupnya padaku. Pandangannya memliki arti: berhati-hatilah kawan ini soal nyawa pertaruhannya. Aku menatap dengan sangat bijaksana, berlagak seolah aku ini seorang ahli. Pekerjaan remeh-temah ini bukan apa-apa untukku. Jadi bermakna: tenanglah kawan, hidupmu akan baik-baik saja di tanganku.tenanglah kawan ya! Tapi yang sebenarnya, berkali-kali batinku menguatkan ragaku. Gamang kawan. Gamang bukan buatan.

Dua belasan kawanku lainnya mulai mengerubungi dipan tempat kawanku berbaring. Seperti sekumpulan semut mendatangi butiran gula. Ruang gerakku mulai menyempit. Mereka berdesak-desakan satu sama lain. Ingin tahu apa yang tengah kukerjakan. Mereka ricuh sekali seperti anak balita yang ditinggal pergi ibunya. Ruangan menjadi agak tegang untukku. Namun bagi mereka ini adalah hiburan yang rugi untuk disia-siakan. Itu terbukti dari tawa mereka yang lepas ketika tahu aku sedang gamang. Tremor sekujur tubuhku.

Titik-titik keringat mulai menyembul sebesar biji jagung di jidatku. Keringat dingin mulai kurasakan. Diam-diam telah keluar dari telapak tenganku. Tinggal hitungan detik. Kini jarum suntik persis berada satu senti diatas pantat. Sudutnya sembilan puluh derajat. Tegak lurus dengan pantat. Siap menukik tajam tanpa ampun. Kawan-kawanku berdecak kagum ini fase orgasme hiburan bagi mereka. Mereka semakin tak sabaran menunggu jarum menelisik masuk pantat.

Secera reflek jarum yang tajam tadi telah lunas masuk dengan kedalaman 3 cm di pantat kawanku. Anak tadi mengaduh kesakitan akibat ulah jarum sialan yang kupegang laksana pensil saja. Didepanku, aku tak kuasa melihat penderiataan yang kubuat sendiri. Tiba-tiba tubuh pasien yang tak lain adalah kawanku sendiri. Menjadi-jadi bergetar-getar kencang seperti getaran Truck yang mesinnya mulai dihidupkan. Aku mulai kalut dengan kejadian ini. Sedang dosen penguji yang duduk didepanku tak memperdulikanku. Malahan Ia sedang sibuk dengan smartphone digenggamannya. Pemandangan lainnya yang menjengkelkan adalah kawan-kawanku yang melingkari dipan tengah di sengat rasa senang tak kepalang. Mereka tertawa-tawa kencang sambil menahan sakit di perutnya dengan tangan. Ini bukan kejadian lucu bung. Titik keringat makin deras mengalir dari raut wajahku.
###

Sabtu, 20 Juni 2015

Ramadhan (3): Sepuluh Hari Pertama

Ramadhan telah sampai pada hari ketiga. Semangat berpuasa pun boleh jadi masih kencang-kencangnya. Tapi saya yakin jika siang hari kondisi tubuh kita menjadi kurang fit. Lemah, lesu, dan bawaannya ingin istirahat saja. Sebab perut sudah mulai keroncongan. Bisa jadi cairan tubuh pun mulai habis. Atau lebih tepatnya bisa dibilang dehidrasi. Sehingga kita harus bersikeras menahan dahaga yang amat berat.

Dalam buku Untuk Apa Berpuasa karangan Agus Mustofa. Mengatakan bahwa bulan Ramadhan dibagi menjadi 3 tahap. Sepuluh hari pertama adalah Rahmat. Sepuluh hari kedua adalah maghfirah (ampunan). Dan sepuluh hari terakhir adalah Nikmat.

Dalam sudut pandang kesehatan, sepuluh hari pertama yang berarti penuh rahmat adalah tahap detoksifikasi. Yaitu penggelontoran racun. Pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan tubuh kita akan gencar-gencarnya mensekresi zat racun dalam tubuh.

Hal itu menjawab mengapa di awal-awal Ramadhan ini kita terasa lesu, badan kurang fit. Tidak lain adalah karena sistem pencernaan sedang bekerja habis-habisan menggelontorkan racun-racun berbahaya. Yang dikemudian hari berpotensi menjadi penyakit.

Dalam artian sebenarnya bukan hanya zat racun yang menjadi sumber penyebab terjadinya sebuah penyakit. Tapi tingkah laku pun juga mampu berpotensi menjadi penyakit. Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa dengki atau iri hati dapat menyebabkan penyakt liver (hati mengeras).

Jadi, beriringan dengan proses detoksifikasi yang di lakukan secara otomatis oleh sistem tubuh. Maka secara manual kita harus melenyapkan kebiasaan-kebiasaan buruk. Seperti menggunjing, mencaci, berlaku kekerasan, bahkan berpikiran buruk pun tak boleh. Agar buah manis puasa selama tiga puluh hari ini kelak bisa kita unduh dan rasakan kenikmatannya.

Ramadhan (2): Apa Arti Puasa?

Apa hakikat puasa sebenarnya? Apakah selama ini kita hanya ikut-ikutan lingkungan? Tak tahu esensi puasa yang sebenarnya. Kita hanya ikut-ikutan terpengaruh trend pasar saat ini.

Jika seperti itu kita tak jauh beda seperti kambing gembala yang selalu manut pada majikan. Dikasih makan ya dimakan. Tak dikasih makan pun tak bisa berontak. Diseret kesana ya kesana. Pokoknya manut terus. Tahu-tahu kepala sudah terpenggal lantaran kita manut diseret majikan ke tukang jagal.

Puasa pun demikian. Malah ada yang memberi pengertian bahwa puasa adalah suatu ibadah menahan makan dan minum dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Jika seperti ini puasa yang kita lakoni hanya akan mendapat haus dan lapar saja.

Seringkali kita menyalah artikan antara cara dan tujuan. Bahkan menjadikan cara sebagai tujuan. Seperti puasa tadi, dalam menjalankan ibadah puasa dalam benak kita terngiang: asalkan tidak makan dan minum puasa kita tak batal. Ini salah kaprah namanya.

Memang pada intinya pengertian puasa adalah seperti disebutkan diatas. Tapi itu bukanlah tujuan dari puasa. Melainkan cara berpuasa. Metode dalam meningkatkan keberislaman kita.

Tidak hanya menahan lapar dan haus. Tapi juga menjaga perbuatan kita. Mengurangi perkataan-perkataan yang kurang bermanfaat. Bahkan kalau bisa, meniadakannya.

Jumat, 19 Juni 2015

Ramadhan (1): Tuhan Sedang Obral

Hari pertama Ramadhan. Banyak sekali perubahan. Dari sholat shubuh hingga menjelang adzan maghrib. Mungkin bagi sebagian orang bulan puasa adalah bulan yang identik dengan pembatasan aktivitas.

Itu terbukti dari aktivitas pagi tadi. Biasanya jalan raya ramai sebelum ramadhan. Siswa-siswi hilir mudik mengayuh sepeda kesekolah masing-masing. Pedagang-pedagang sibuk membonceng dagangannya di belakang motornya. orang-orang berseragam tergesa-gesa ke kantornya masing-masing. Pagi itu tak kujumpai wajah-wajah mereka. Hilang tak tahu rimbanya.

Di POM bensin pun antrian terlalu pendek. Padahal sebelumnya mengekor panjang-panjang tak ada habisnya. Kian menit kian bertambah. Pagi tadi jalanan yang kulalui ketika berangkat kuliah tuntas sepi. Seperti tengah malam. Hanya satu dua pengendara motor yang sempat kujumpai berkeliaran di jalan raya. Padahal biasanya terlalu padat, jika ingin menyalip mau tidak mau kita harus berkelit dengan pengendara lain terlebih dahulu.

Mulai dari jalan raya, pasar, POM bensin, sekolah-sekolah, sawah, bahkan kampusku pun terlihat sepi seolah tak berpenghuni. Ibarat kota mati bekas peradaban yunani. Entah, apa mungkin semua perubahan pada hari ini lantaran kewajiban berpuasa?

Seyogyanya janganlah puasa dijadikan alasan untuk bermalas-malasan. Lantaran kita berpuasa, lalu bermalas-malasan tidak jadi masalah. Sah-sah saja memang jika itu untuk menjaga ibadah puasa kita. Tidur, main game, nonton TV jadi. Sah-sah saja. Bahkan ada yang bilang: tidurnya orang puasa itu ibadah. Jika kita tahu kebenarannya seperti itu. Berarti dibulan Ramadhan ini Tuhan sedang obral besar-besaran. Discount gede-gedean. Ibaratnya seperti ini kita hidup di suatu sebagai pengangguran pun dapat gaji. Betapa enaknya hidup seperti ini. Andai kita mau bekerja sedikit saja, bayangkan berapa upah yang akan diperoleh? tentunya makin banyak pula.

Pun juga kita akan rugi besar. Jika bulan penuh berkah, bulan berlimpah hikmah, bulan berlipat pahala. Hanya diisi dengan tidur-tiduran saja. Memang itu tidak apa dan juga termasuk ibadah. Tapi alangkah baiknya jika kita gunakan waktu singkat nan penuh berkah ini sebaik mungkin. Dan selalu produktif.

Rabu, 17 Juni 2015

Andrea Hirata

Rahasia

Kuberi tahu satu rahasia padamu, kawan
Buah paling manis dari berani bermimpi
Adalah kejadian-kejadian menakjubkan
Dalam perjalanan menggapainya

Tabiat Congkak

Dalam sebuah buku karangan Agus Mustofa sering kali Saya tercenung dibuatnya. Kali ini tentang kesombongan. Sombong atau congkak adalah salah satu dari tiga alasan mengapa Allah tidak menurunkan ilmunya pada orang yang berlaku demikian.

Kalian pernah melihat orang sombong? Pastinya sering, juga tidak terlalu sulit kita dalam menemukan orang bertabiat demikian. Bahkan terkadang teman kita sendiri. Orang yang amat dekat dalam keseharian kita. Lagaknya seperti orang super, seakan dialah yang berada dalam puncak. Omonganya diatas angin. Terlalu membanggakan apa yang Ia punyai. Egois, serta sok dalam segala bidang. Sok tahu, sok keren, sok pintar, sok sekali pokoknya. Orang-orang seperti ini tidak pernah sadar bahwa diatas langit, masih ada langit.

Tahu apa itu artinya? Bahwa kita tidak pernah mencapai puncak tertinggi ketika kita berlaku sombong. Kebanyakan orang yang berperangai demikian sulit untuk bertoleransi dalam suatu pengambilan keputusan. Ia sulit untuk berlapang dada dalam menerima pendapat orang lain. Jangankan menerima bahkan mungkin memikirkan pendapat orang lain saja enggan. Alasannya lantaran egois tadi. Dan egois berakar dari kesombongan yang tertanam dalam hati.

Dalam pandangan orang congkak. Semuanya adalah lebih rendah dari pada dirinya. Kurang lebih seperti Raja Firaun yang akhirnya tenggelam di Laut Merah. Lantaran menganggap dirinya adalah Tuhan, dan tidak mau mengakui adanya Tuhan lain selain dirinya. Diakhir cerita orang nan congkaknya tak alang kepalang akan berakhir amat malang pula. Seperti Si Firaun tadi. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah orang nan congkak yang berakhir miris.

Lihat sekitar kalian saja. Misal salah satu teman kita ada yang pandainya bukan main. Dan berlagak sok pula, Ia tak mau berteman dengan orang yang kurang pandai. Jangankan berteman bahkan terkadang menyimak perkataan saja Ia enggan. Karena menganggap dirinya paling pandai.

Seperti itulah kawan. Ketika kita sudah menganggap diri sendiri paling pandai. Kita enggan sekali dalam mendengarkan pendapat orang lain. Merasa bahwa kita lah yang paling benar. Merasa ilmu kita lebih dari pada yang lain.

Memang benar ketika ilmu-ilmu Allah tak pernah diturunkan pada orang yang berlaku sombong. Karena orang yang bertabiat congkak enggan sekali bersifat obyektif. Lebih cenderung subyektif. Jadi ilmunya hanya berkutat pada yang dimiliki, itu-itu saja. Sulit sekali bertambah.

Maka berlaku sombong adalah sifat yang merugikan sekali. Tak terbukanya pemahaman atau pintu-pintu hikmah, sedikit teman, banyak saingan, banyak orang tak suka dari pada yang suka. Bahkan sifat yang dibenci nian oleh Allah.

Ramadhan Datang Menyapa

Beranda facebook hari ini lekat dengan bulan penuh berkah. Tulisan serta status-statusnya menyinggung kesana. Bisa dibilang Ramadhan telah menjadi trending topic hari ini.

Ramadhan telah dipelupuk mata. Malam nanti kita akan bersama-sama menjalankan Sholat Tarawih untuk kali pertama dalam Ramadhan tahun ini. Perasaan tidak sabar memeluk bulan penuh berkah mungkin tengah mendera mereka yang menuliskan macam-macam tentang Ramadhan dalam statusnya.

Perubahan drastis mungkin akan terjadi malam nanti. Coba rasakan suasana malam nanti akan berubah syahdu. Anak-anak kecil akan bersuka ria menghiasi langit dengan gemerlap kembang api. Suara letupan kembang api juga petasan akan berkecamuk dimana-mana. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Seakan itulah budaya yang akan muncul selama Ramadhan berlangsung.

Sebentar lagi dalam hitungan jam. Tempat beribadah umat Islam entah itu masjid atau mushola akan menjadi tempat paling favorit. Aktivitas keagamaan akan semakin kental. Jika adzan isya berkumandang orang-orang akan berbondong-bondong mengerjakan sholat sunnah yang hanya ada ketika Ramadhan, tidak lain ialah sholat tarawih. Satu bulan kedepan masjid akan menjadi tempat teramai.

Satu bulan kedepan juga kita akan beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali berubah 180 derajad. Yang awalnya boleh makan sesuka hati di siang hari nanti semua itu akan menjadi haram. Jika kita beragama Islam. Pun juga dengan suasananya dari speaker-speaker TOA yang terpancang diatas setiap mushola dan masjid akan sering-sering melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Syahdu bukan main bukan.

Dan satu hal yang patut kita syukuri jika kita umat Islam. Ramadhan telah menyapa kita lagi. Belum tentu tahun depan akan menyapa lagi. Siapa yang tahu kalau ini Ramadhan terakhir kita? Hanya Allah lah yang tahu. Maka mari bersama-sama menggali kebaikan dalam bulan Ramadhan kali ini. Semoga Allah memberi hikmah pada kita. Lebih-lebih jika keimanan kita naik satu tingkat menjadi ketaqwaan. ...Barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui [QS. Al Baqarah (2): 184]

Sabtu, 13 Juni 2015

Sekali-kali Lihatlah Mereka

Dua hari yang lalu, Aku menggelengkan kepala. Tidak percaya dengan pemandangan yang nampak didepan. Aku melihat kejadian miris itu dengan mata kepala sendiri.

Malam, tepatnya pukul 09.15 Aku memutuskan untuk tetap pulang ke Lamongan. Ada agenda yang harus di kerjakan besoknya. Tentu saja itu tidak lain adalah urusan perkuliahan yang semakin hari semakin memilukan. Jika boleh ku ibaratkan kepala rasanya amat berat disesaki deadline yang tak kelar-kelar.

Seperti biasanya terminal Purabaya masih dipadati oleh hiruk pikuknya aktivitas puluhan bahkan ratusan orang. Dari pedagang asongan, pengamen, tukang ojek, sopir taxi, sopir bus, dan macam-macam profesi malam lainya yang tak kutahu. Mereka tumpah ruah di terminal itu.

Aku sedikit bergidik setiap berpapasan dengan orang-orang itu. Memang Mereka acuh. Tapi sapaan mereka padaku tak menunjukkan sikap bersahaja sedikitpun. Raut muka masa bodoh terlihat jelas melekat disana. Setiap kali berpapasan mereka pasti bertanya: Mau kemana? Iya cuma itu. Dengan lantang kujawab tak sopan pula dengan satu kata: Lamongan!

Akhirnya Bus jurusan Surabaya-Semarang berhasil kunaiki. Kondisinya jauh dari standart, pintu bagian depan tak ada, lantai bus itu kotor bukan main, dipenuhi wadah rokok yang tandas isinya. Aku duduk di kursi ketiga dari belakang dekat kaca Bus. Dari kaca transparan itu terlihat orang-orang hilir mudik di luar. Aroma khas Bus itu hampir saja membuatku muntah. Kepalaku pening dibuatnya.

Selama perjalanan, kepalaku semakin pening. Suara serak nan melenceng jauh dari tangga nada mayor atau minor berkali-kali dilantunkan pengemen bermuka garang-garang itu. Sedangkan orang berjaket kulit tebal. Memakai topi menutupi matanya. Dari tadi menghimpitku. Aku geram dengan mereka semua.

Saat kutengok jalanan diluar. Aku sudah sampai tujuan. Tiba-tiba Bus berhenti sejenak. Seorang wanita berbadan ibu-ibu naik sambil menggendong anak kecil yang  dibekap di dadanya. Anak itu tengah tertidur pulas di gendongan. Kira-kira anak itu sepantaran dengan adikku yang masih duduk di TK. Tiba-tiba beberapa saat kemudian wanita itu mengeluarkan alat musik sederhana yang tak asing di mataku. Terbuat dari kumpulan tutup botol yang di paku di sebilah kayu dua kilan panjangnya. Aku baru tahu sebenarnya bahwa wanita itu seorang pengamen.

Keras nian hidup ini. Kasihan anak kecil itu dimalam yang terlalu larut. Mau tidak mau Ia harus mengikuti ibunya mengamen. Dari bus ke bus. Sampai larut malam. Sampai dirasa cukup hasil ngamen itu untuk kebutuhannya.

Maka bisa kuambil pelajaran betapa beruntungnya kita dibanding anak itu. Tak sopan jika kita selalu menuntut kepada Tuhan tanpa pernah sekalipun bersyukur atas nikmat yang terlalu berlimpah yang telah kita miliki. Tak elok rasanya jika kita selalu mendongak ke atas, sekaki-kali lihatlah mereka yang hidupnya kurang beruntung. Agar kita sadar bahwa ada yang lebih susah hidupnya dari kita.

Jumat, 12 Juni 2015

Ngobis Ahmad Rifai Rifan (Copy SPN)

Saya mau share hasil resume with Mas Ahmad Rifa'i Rif'an ya 📢📢📢

Ngobis With Ahmad Rifan Rifa’i
Senin 08 june 2015

Tiap bulan ada ribuan buku baru yg terbit. Berapa yg best seller? Dikiit banget. Sisanya hanya numpang nampang beberapa minggu di rak toko buku, setelah itu terpaksa diretur ke gudang penerbit karena penjualan yg kurang baik.
Maka sebagai penulis, jangan asal buku kita terbit, beredar di Gramedia se-Indonesia, lalu puas banget dg hasil itu. Jangan sampe. Percuma buku udah terlanjur beredar tapi gak ada peminat.
Karena sekarang nerbitin buku mudah banget. Gak sesulit dulu. Sekarang tiap orang bisa nerbitin bukunya sendiri, baik dg self publishing atau indie publishing.
Penerbit sekarang juga gak seketat dulu dalam menilai sebuah naskah buku. Saya melihatnya makin mudah saja meloloskan naskah buku. Sehingga bisa kita lihat, buku dg isi yg biasa saja banyak memenuhi rak toko buku besar di Indonesia.
Maka tahapannya seperti ini:
1. Asal nulis
2. Asal jadi satu buku
3. Asal terbit
4. Asal best seller
Yg sekarang belum suka nulis, segera naik ke tangga 1, tulis apa aja, yg penting terus mengasah diri dalam hal menulis. Yg sudah di tangga 1, segera naik ke tangga 2, tulis dan selesaikan buku perdanamu, apapun temanya, yg penting jadi satu buku.
Yg sekarang di tahap 2, segera naik ke tangga 3, tulis buku yg layak terbit. Kalau bisa ke penerbit besar dulu untuk tahu buku kita udah layak terbit atau belum. Setelah buku udah terbit dan beredar, targetkan buku kita harus best seller.
Mungkin pertanyaan2 kayak gini pernah singgah di kepala kita; Mengapa kita harus menulis buku best seller? Apakah lakunya sebuah buku menjadi tujuan utama bagi penulis?
Bukankah saat kita menulis dengan tujuan best seller berarti tulisan kita harus menyesuaikan dengan selera pasar? Bukankah itu berarti kita sudah menjual idealisme kita?
Bukankah lebih baik kita menulis buku sesuai jiwa kita tanpa perlu banyak berpikir apakah buku yang kita tulis itu diminati pembaca atau tidak?
Teman-teman sekalian, saya tahu akan banyak sekali pertanyaan yang mungkin hadir dalam pikiran temen2 ketika saya mengatakan bahwa kita hendaknya menjadikan best seller ini sebagai salah satu target ketika sedang menulis buku. Mengapa? Karena bisa jadi kita sudah dirancukan dengan anggapan bahwa tidak boleh ada target ganda. Ada yang mengungkapkan bahwa best seller atau tidak itu tidak penting, yang penting kita menulis dengan niat menebarkan inspirasi kebaikan.
Padahal menurut saya kalau bisa diupayakan keduanya, mengapa milih salah satu? Bukankah lebih baik kalau kita menulis buku untuk menebarkan inspirasi, untuk berdakwah, sambil mengolah tulisan supaya jadi best seller?
Jadi best seller merupakan salah satu upaya agar buku kita dibaca dan dinikmati sebanyak mungkin orang. Bukankah dampaknya akan lebih luas jika buku kita diminati oleh pasar? Ketika buku kita best seller berarti persebaran buku itu semakin luas dan ide-ide yang kita sampaikan di dalam buku ujung-ujungnya berpotensi untuk dibaca lebih banyak orang dibanding ketika buku kita biasa-biasa saja.

Pertanyaan mengapa harus menulis buku best seller kini bisa kita jawab dengan sederhana, yakni agar buku kita dibeli sebanyak mungkin pembeli, diminati sebanyak mungkin pembaca, dan pada akhirnya inspirasi yang kita sampaikan persebarannya semakin luas.
Maka selalu berupayalah agar buku kita best seller. Bersemangatlah untuk menjadikan naskah kita semenarik mungkin untuk dibaca. Jangan sampai kita sudah susah-susah menulis, lantas buku kita merana tak berdaya di pojokan toko buku, hanya karena kita asal-asalan dan tidak terlalu serius dalam mengemasnya.
Niat kita nulis buku mungkin beda-beda. Ada yg niatnya finansial, pengen dapet penghasilan. Ada yg pingin populer, pingin namanya dikenal masyarakat luas. Ada yg ingin berdakwah, menebarkan inspirasi kebaikan kepada sesama. Dan lain-lain. Yg jelas, apapun niat kita, best seller itu harus.
1. Niat Dakwah
Misal, niat kita nulis buku adalah berdakwah, maka jangan sampai kita nulis sekadarnya tanpa memedulikan buku kita diminati masyarakat atau tidak. Kalo buku kita gak laku, dakwah kita dampaknya untuk siapa? Kita tidak sedang mendakwahi rak toko buku. Maka jangan biarkan buku kita terdampar di toko buku se-Indonesia lalu kita puas bukan main. Padahal tersebarnya buku kita ke seluruh Indonesia belum tentu sebanding dg diminatinya buku tersebut.
Tapi kalau niat dakwah kan udah dapat pahala? Bener, tapi alangkah lebih baik lagi kalau niatnya dakwah, dampak dakwahnya juga luas. Saya pernah mendapat komentar dari non muslim yg membaca buku Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati. Kalau teman2 sudah baca buku itu, pasti tahu benar bahwa ini buku motivasi Islami. Nuansa islamnya kental banget. Mengapa non muslim tertarik baca? Karena di covernya, gak ada tanda2 ini buku Islam. Kayak motivasi umum saja. Setelah dia baca isinya, ternyata dia berkomentar, bahwa dia kagum dg keindahan ajaran Islam yg baru dia tahu lewat tulisan di buku itu. Mendengar kisahnya bikin saya semangat untuk menulis buku yg lebih menginspirasi lagi.
2. Niat Finansial
Apalagi yg niatnya emang mencari penghasilan dari nulis buku. Best seller ini hukumnya wajib. Orang yg sering nanya, "Apa kita bisa hidup hanya dari menulis?" hampir bisa dipastikan dia bukan penulis best seller. Mengapa? Karena penulis best seller pasti sudah menemukan jawabannya, dan jawabannya adalah bisa banget. Saya alumni Teknik Mesin ITS. Lulus dari ITS saya kerja di perusahaan sebagai Mechanical Engineer. Di kantor duduk depan komputer seharian, dari jam 8 sampai jam 4 sore, Senin sampai Jumat, tapi penghasilannya ternyata sama dg royalti satu buku saya yg best seller. Serius.
Salah satu buku saya yg best seller adalah Tuhan, Maaf, Kami sedang Sibuk. Sejak 2011 sampai hari ini saya terus menerima royalti dari buku itu. Dan royaltinya tiap bulan lebih dari gaji saya waktu masih kerja kantoran. Artinya, umpama sejak 2011 sampai hari ini saya tidur ngorok di rumah tanpa kerja apapun, insyaAllah saya masih bisa menafkahi keluarga, karena royalti dari penjualan buku2 yg best seller terus mengalir ke rekening saya meskipun saya sedang tertidur pulas. Syukurnya, kita hidup bukan hanya untuk itu. Andaikan cuma buat uang, maka cukup sisakan waktu 2-3 bulan untuk menulis satu buku best seller, lalu silakan tidur selama bertahun-tahun, insyaAllah hidup temen2 akan tercukupi dari royalti itu. .
Best Seller Bisa Diupayakan
Yang harus kita sadari dan yakini, bahwa best seller itu bisa diupayakan. Bukan sebuah kebetulan.
Setelah kawan2 sepakat bahwa menulis buku itu harus best seller, kini saatnya kita sharing tentang upaya apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengusahakan best sellernya buku yang kita tulis.
Cerita dulu. Saya menulis buku mulai tahun 2009. Tapi jika anda amati, mengapa buku-buku saya yang terbit 2009-2010 ada yang best seller dan kebanyakan tidak, sedangkan buku saya yang lahir setelah 2011 hingga saat ini hampir semuanya cetak ulang dan best seller?
Yg saya rasakan, 2009-2010 adalah masa saya dalam belajar dan meraba-raba, buku seperti apa yang diminati dan dibutuhkan oleh pembaca. Nah, mulai 2011 baru saya menemukan jawabannya. Itulah sebabnya mengapa buku yang terbit setelah 2011 selalu cetak ulang dan best Trik Saya Saat Nulis Buku
Saya tidak mengatakan bahwa trik ini teori untuk jadi best seller. Ini hanya berdasar pengamatan, pengalaman, dan yg saya terapkan selama beberapa tahun terakhir saat menulis buku:
1. Judul gak boleh biasa. Yg seringkali saya lakukan, ketika mendapatkan kalimat yg jleb banget, langsung saya tulis di HP. Dan ketika punya ide nulis buku baru, saya akan korek2 note2 itu, mana yg paling sesuai untuk saya jadikan judul buku yg sedang saya tulis.
Misal, dulu saya pernah dapat kalimat "Tuhan, Maaf, Kami sedang Sibuk". Saat mendapat kalimat itu, saya belum punya naskah bukunya. Tapi kalimat itu sudah tersimpan dalam note saya.
Nah, saat saya ingin bikin buku renungan, saya spontan terpikir kalimat itu yg paling tepat jadi judul. Alhamdulilah sampe sekarang buku itu masih masuk Top Ten, sepuluh buku terlaris di Gramedia se-Indonesia.
2. Cover. Percayalah bahwa desain cover punya pengaruh yg cukup besar terhadap diminatinya sebuah buku. Maka jangan asal dalam hal cover. Di toko buku, ada jutaan buku yg terpajang di rak. Artinya, buku kita bersaing dg jutaan buku itu. Kalau cover kita biasa saja, besar kemungkinan pengunjung akan melewatkan buku kita begitu saja. Tidak tertarik memegangnya.
Saya bahkan pernah menarik kembali naskah buku yg hendak diterbitkan di sebuah penerbit nasional karena tidak sepakat dg covernya. Karena jika buku bagus dikemas dalam cover yg tidak menarik, khawatirnya tidak terjamah oleh pembaca karena mereka  tidak berminat membuka isi bukunya karena tampilannya yg kurang memikat mata.
3. Penasaran. Benar, bahwa penasaran itu identik dg pemasaran. Buatlah pembaca penasaran dg buku kita. Caranya bisa macam-macam. Bisa dengan mencantumkan banyak pertanyaan di cover belakang buku yg jawabannya ada dalam buku kita. Bisa dg meceritakan sebagian isi dari buku yg akan terbit pada buku-buku sebelumnya.
Coba tebak, mengapa dari 70-an buku yg saya tulis, buku "Allah, Inilah Proposal Cintaku For Girls" hingga saat ini masih menjadi buku saya dg penjualan tercepat hingga hari ini? Jawabannya bisa teman-teman temukan dengan mudah pada halaman prolognya. (Ini termasuk cara bikin penasaran, hehe)
4. Best Selling Author. Maksudnya? Sematkan gelar "penulis best seller" pada diri kita sendiri. Ini serius. Pembaca lebih tertarik membaca buku dari orang yg memang bergelar penulis best seller. Artinya, buku2nya sudah tidak diragukan lagi. Kalau susah dapat gelar best seller dari masyarakat atau dari penerbit, ya udah, bikin diri kita punya gelar best seller. Caranya? Gampang banget. Ini yg pernah saya lakukan sebelum buku saya bener2 best seller. Ini saya bongkar di sini. Jangan cerita siapa2.
5. Testimoni dari tokoh yg sedang booming. Salah satu sebab best sellernya buku saya yg "Man Shabara Zhafira" dan "Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati" adalah karena testimoni tokoh2 yg mengisi back cover kedua buku tersebut. Di sana ada nama Ust. Yusuf Mansur, Ippho Santosa, Mario Teguh, A. Fuadi, Parlindungan Marpaung, Muhammad Assad, dll. Popularitas mereka bisa mengangkat buku2 tersebut. Kalau semua tokoh itu bilang buku ini bagus, masyarakat biasanya akan mengamininya.
6. Soft Selling. Sering2 lakukan soft selling, jualan dg cara halus. Bisa dg menyisipkan dalam cerita2, artikel2 di blog, atau ceritakan pada buku2 kita yg lain. Mau tahu contoh kongkrit tentang soft selling? Baca ulang penjelasan saya dari awal tadi. Itu termasuk soft selling. Tak terasa saya sebenernya bikin teman2 tertarik dg buku2 saya. Berapa judul buku saya yg pengen temen2 baca setelah baca penjelasan saya dari tadi? :)
7. Beri Manfaat kepada Calon Pembaca. Penulis pemula biasanya saking hebohnya dg bukunya yg baru terbit, lalu tiap hari melakukan promosi di media sosialnya. Isi facebook dan twitternya promo bukuuuu terus. Udah gitu promonya blak-blakkan terus. Halal sih, tapi kurang elegan.
Saya juga nggak jarang promoin buku. Tapi gak tiap hari. Yg lebih sering justru manfaat apa yg bisa diambil dari calon pembaca kita. Beri kalimat2 inspiratif. Tuliskan nasehat2 kebaikan. Itu yg lebih diseringkan. Nah, ketika pembaca merasa sering dapat pencerahan gratis dari kita, ketika kita promoin buku, kawan kita pun tanpa disuruh beli juga akan tertarik beli dg sendirinya.
Sebenernya ada buanyak banget trik lain yg mendukung best sellernya buku yg kita tulis. Misalnya, bahasa yg kita gunakan harus yg sederhana, jual ke target market yg tepat, bikin acara launching yg ekstrim, dan seterusnya. Tapi karena waktu yg singkat, yg lain bisa kita bahas di kesempatan lain.
Pertanyaan :
Anitri
Kak genre bacaan itu mempengaruhi bahasa tulisan ya kak seperti bacaan untuk remaja menggunakan bahasa remaja meski tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar  itu nggak apa-apa kak?
Jawaban:
yes. kecuali kita nulis skripsi, kalo nulis buku populer, pilih diksi yg paling mudah dipahami target pembaca kita jadi, gak harus baku, hak wajib ikut eyd. gak wajib ikut eyd
Feedback :
Jadi bisa pakai kata2 gaul sehari2 kak selama tema dan dan genre cocok sama sasaran kita?
Ya, boleh bangeeet

Pertanyaan :
Fibri
Oke Terimakasih. Kak fai, sebelum kita menulis, baik kah ketika kita meminta pendapat teman"? Semacam penelitian kecil"an tentang judul atau isi buku
Jawaban :
Harus. Lebih baiknya lg nanya ke target pembaca langsung Jd gak harus temen. Karena temen kita bisa beda dg target pembaca yg kita sasar.

Pertanyaan :
Dini
1. gimana cara mas fai mengatasi writer's block/stuck sementara deadline semakin mendekat?
2. lalu timeplan seperti apa yang mas fai terapkan hingga bisa menerbitkan puluhan buku dlm waktu yg singkat?
Jawaban :
Kalo sudah mentok, sy istirahat, lalu ngerjain hal laen, bs jln2, baca, becanda dg anak dan istri2 sy. *maap. istri dan anak2 saya 😁.time plannyaaaa tiap ada waktu luang, saya baca, nulis dan gak ada pembagian waktu yg tetap tiap hari

Feedback:
tp tiap hari apa ada jadwal yg dikhususkan buat nulis mas?target tulisan jg?
Jawaban :
ak ada mb. jd nulis saya tiap pingin. bawa hp. jd bs kapan aja. itu mungkin yg bikin cepet, Jd nulis gak usah direncanain kpn. Karena inspirasi datengny gak terduga

Pertanyaan :
Saskia
Kak, buku itu bisa dikategorikan best seller kalau sudah apa ya? Kalau udah banyak yang beli gitu atau gimana? Hehe
Jawaban :
Nah, gak ada ketetapan baku. Gramedia biasanya naik cetakan ketiga udah best seller, ada penerbit yg nunggu terjual 10rb buku baru best seller. tp rata2 cetakan ke3 biasanya udah best seller, sekali cetak sktr 3000-5000 buku, jd 3 kali cetak ya sktr 15rb an gitu.

Pertanyaan:
Annisa
Gimana cara ngatur waktu nya itu mas fai?jadi ayah, kerja, nulis, ngurus rmh baca, ngurus penerbitan juga.. 😱😱😱
Jawaban:
Paling sering nih ya, aktivitas saya tiap hariii. Pagi sampai jam8 saya di rumah bantu2 istri, mandiin anak, dll. Habis itu saya ngurus usaha (marsua media). habis dhuhur baca dan nulis bntar. habis itu kumpul keluarga sampe mlm.  tengah malem bangun. sholat, baca, dan nulis lg sampe shubuh  udah 😊

Pertanyaan :
Anitri
Kalau minta testimoni sama orang terkenal gmn caranya kak kan kita ga kenal? Apa dia punya waktu untuk membacanya kak?
Jawaban:
Searching kontak yg bs dihubungi. Orang terkenal yg baik banyak kok 😁

Pertanyaan :
Fibri
Kira" berapa bulan ya? Minta testimoni orang sibuk 😁
Jawaban :
tergantung yg dimintai testimoni. bs 1 menit, bs seumur hidup, Ke ust. Yusuf mansur dulu bbrp jam, pas gak sibuk mungkin

Pertanyaan :
Husna
Banyak juga penulis penulis zaman dulu yg buku best seller. Sekarang buku nya sudah tidak terlihat lagi. Kenapa ya kira kira? Apa karena uda kalah saingan dengan penulis pendatang baru ya?
Jawaban :
Bisa karena udah pada punya buku beliau, jd ngapain beli lg 😊

Pesan Dari mas Rifa’i untuk PKW
Nulis aja terus. Jangan berhenti sampai menghadap Allah 😊

Dan jika ingin membeli buku Ahmad Rifan Rifa’i Bisa di cari di gramedia dan SMS langsung ke Mba Fiyah (085648922360) like Fp Marsua Penerbit.

Rabu, 10 Juni 2015

My Adventure Today

Pagi ini sungguh mendebarkan. Semalaman Aku resah. Tidur pun tak nyenyak rasanya. Persepsiku mulai terpusat pada satu permasalahan. Bisa dibilang Aku tengah mengidap ansietas ringan.

Ketika matahari mulai menampakkan ujung kepalanya diatas garis cakrawala ujung timur saat itulah Aku semakin menjadi-jadi. Aku mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang tak terperikan. Mulai dari tumpangan, jalan, serta tempat yang kutuju nanti. Aku buta semua itu. Ini adalah kali pertama Aku pergi sendiri ke kota besar macam Surabaya.

Aku menghela napas berkali-kali. Gelisah, banyak sekali masalah yang menumpuk dalam penat. Tak mungkin kuceritakan satu-persatu kawan. Sebab tak terlalu penting jika kau tahu. Tak ada faedahnya secuilpun untukmu kawan. Ditambah pagi ini Aku harus berangkat ke Surabaya. Mengikuti pelatihan Management Mahasiswa di kantor Kopertis 7.

Sekali lagi Aku harus bersyukur. Seorang yang biasa kupanggil Mister bersedia memboncengku ke tempat tujuan. Satu masalah terselesaikan. Aku boleh sedikit relax.

Perjalanan naik motor dari Lamongan ke Surabaya. Lancar-lancar saja. Cuaca pun kiranya agak mendukung. Matahari melaksanakan tugasnya dengan baik. Awan-awan berjejer tipis-tipis di sekitarnya. Motor bebek yang kami pun demikian, Ia mengemban tugas dengan baik. Tak rewel sedikitpun. Dengan lincah Ia meliuk-liuk di antara padatnya lalu lintas jalanan kota. Truk-truk yang besarnya amit-amit pun penampakannya juga. Jauh dari potongan rapi alias dekilnya minta ampun. Berkali-kali menepis motor kami. Sial nian truk-truk itu! Pekikku dalam hati.

Soal lalu lintas Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan. Masalah berikutnya aku terlambat menghadiri acara. Dari kejauhan dapat kulihat dari balik kaca yang samar-samar. Empat puluhan peserta sudah duduk takzim di kursi masing-masing. Aku agak gamang dengan pemandangan ini. Aku lihat seorang wanita setengah baya yang duduk di depan pintu masuk menatapku sinis. Seakan aku telah berbuat dosa besar. Apa maksudnya ini kawan?...

Senin, 08 Juni 2015

Dibarengi Dengan Keyakinan

Pertama, saya ingin berkisah tentang kejadian tadi sore. Sebuah hasil yang diperoleh dari setumpuk perjuangan nan berbalut harapan.

Satu minggu terakhir ini, urusannya semakin pelik. Tugas kuliah yang semakin rimbun beriringan dengan deadline tugas UKM. Sehingga saya harus membagi waktu untuk keduanya. Disinilah baru saya tahu bahwa tabiat waktu sangat kejam. Ia tak pernah diam menunggu orang pemalas.

Waktu terasa seperti berlari. Sedangkan persiapan tugas UKM. Baru berjalan 25% ketika deadline tinggal lima hari lagi. Mau tidak mau kami harus rela pulang malam. Antara pukul 21.00 sampai pukul sembilan lebih sedikit. Hanya untuk melakukan persiapan sebagus mungkin.

Kami dituntut untuk saling bertoleransi. Yaitu lebih mementingkan tujuan kelompok dari pada urusan individu. Dari sini tak jarang kami saling cek-cok. Adu mulut satu sama lainnya. Karena sifat manusia yang cenderung ingin menang sendiri, berselisih paham adalah hal yang biasa terjadi.

Waktu tak pernah berhenti. Deadline pun semakin dekat. Serasa satu jengkal didepan mata. Itu artinya kami harus cepat mematangkan persiapan. Memikirkan hal remeh-temeh yang mungkin bisa mengacaukan penampilan di hari H nanti. Memperbaiki segala kekurangan-kekurangan.

Tapi ketika deadline tinggal satu hari. Entah kenapa rasanya kami tidak yakin. Merasa pesimis. Merasa selalu kurang. Merasa absurd dengan semua yang kita lakukan selama seminggu lamanya. Padahal kita telah melakukan semaksimal mungkin. Tapi pikiran negatif tak kunjung pergi dari mindset kami.

Beberapa saat kemudian saya teringat film Kungfu Panda. Ketika Sang Kesatria Naga, Poo. Dengan penasarannya membuka gulungan yang diberikan Shifu padanya usai menjalani latihan sulit dari Shifu. Ia tercengang ketika membuka gulungan itu tidak ada isinya apa-apa. Hanya terlihat bayangan wajahnya sendiri. Padahal Ia berharap menemukan sesuatu di dalamnya yang akan mengangkat dirinya sebagai seorang Ksatria Naga sungguhan.

Apa arti semua itu kawan? Bayangan wajah Poo berarti kepercayaan diri. Semua usaha, harapan akan sulit terwujud ketika kita sendiri tidak percaya bahwa kita bisa. Tidak yakin terhadap usaha yang baru saja dilakoni. Akhirnya berkat sebuah usaha, harapan yang dibarengi keyakinan. Kami mendapatkan hasil yang diluar dugaan.

Sabtu, 06 Juni 2015

Cerita Guru SMP

Aku masih ingat betul ketika masih duduk dibangku SMP. Selama tiga tahun Aku harus pulang pergi mengayuh sepeda. Sedang jarak rumah ke sekolah kurang lebih tujuh kilometeran. Jadi sehari harus mengayuh sepeda sejauh empat belasan kilometer. Tapi sedikit pun saya tak pernah mengeluh.

Apa alasannya saya kuat melakoni semua itu? Banyak sekali kawan. Salah satunya yang paling mengesankan adalah cerita dari guru-guruku yang baik hati. Cerita kawan, bukan soal ceramah pelajaran yang seringkali membosankan.

Meskipun pelajaran Matematika terkadang materi yang dibawakan jauh menyimpang dari teori-teori matematika. Bukan tentang Phytagoras, juga bukan tentang Al Kwarizmi, yang ada seluk beluknya dengan Matematika. Tapi tentang murid-muridnya dulu yang telah menjadi orang yang dianggapnya hebat.

Aku masih ingat betul wajah bangga guruku sewaktu menceritakan murid-muridnya yang telah berhasil pada kami. Tentang muridnya yang masuk PTN. Atau yang tengah bekerja di perusahaan besar. Guruku bangga sekali menceritakan pada kami waktu itu. Saking bangganya sampai-sampai cerita yang pernah diceritakan Ia ulangi berkali-kali sesuka hati.

Mungkin alasan Beliau menceritakan kesuksesan pada kami, tidak lain karena tingkah kami mirip peranakan setan. Pekerjaannya terlambat, tidak mengerjakan tugas, tak acuh ketika pelajaran sedang berlangsung. Bahkan ada yang sungguh keterlaluan. Tidur, membenamkan kepala di atas meja kayu seolah tidur diatas empulnya bantal.

Itulah kawan kelakuan anak yang tak tahu diuntung. Maka cerita-cerita dari guruku itu berhasil menyembuhkanku dari sifat kesetan-setananku. Aku harap nanti Beliau berkenan menceritakanku pada murid-muridnya kelak. Diruang kelas dan waktu yang tak pernah Aku tahu. Bukan tentang kabar burukku tapi tentang kabar baikku.

Aku tercenung beberapa hari yang lalu. Sehingga teringat masa itu. Terkadang pendidikan tak selalu harus disesali dengan teori atau rumus-rumus yang nian pelik urusannya. Tapi terkadang cerita-cerita yang syarat hikmah pun perlu disampaikan. Cerita-cerita seperti itu bisa jadi akan membentuk kepribadian murid. Bahkan mungkin juga akan memacu semangat murid untuk mengejar kesuksesan.

Rabu, 03 Juni 2015

Seminar Mas Haidar Musyafa (copy SPN)

📜RESUME NGOBIS 📜

Ngobrol Bareng Penulis with Mas Haidar Musyafa

📝 Tema

Inspirasi dahsyat Menulis Novel Sampai Tuntas


Rabu, 4 Juni 2015
20.00-21.30

Materi :

Haidar Musyafa: Tips menulis novel yang terpenting soal plot mas

Jadi dalam nulis novel itu tidak sekadar main imajinasi karena harus didukung oleh logika

Lebih berat lagi nulis novel biografi tokoh. Jadi tak bolh banyak main imajinasi. Tapi keakuratan data dan logika. Juga kepekaan rasa. Itu yg pnting buat nulis novel biografi

Talk Show :

pertanyaan :

Anitri :
Dalam naskah non fiksi dibutuhkan referensi yang banyak. Bagaimana dengan dalil yang diambil dari berbagai buku pastinya sama karena dalil asalnya dari alquran yang ga mungkin berubah. Itu bisa disebut plagiat atau bukan kak? Misal buku dengan tema sama pastinya dalilnya juga sama. Apakah gaya bahasa bisa menjadi pembeda antara satu buku dengan buku lainnya kak atau kita bisa variasikan dengan dalil2 yang belum pernah diungkap sebelumnya?

Jawaban :

Mbak Anintri. Yang disebut plagiat itukan jika kita mengambil tulisan orang lain atau merubah tulisan orang lain dengan tanpa mnyebutkan sumbernya.

Soal pengambilan dalil, usahakan jangan ambil dari buku. Tapi langsung merujuk ke kitab suci alquran atau hadis, kitab tafsir atau sarah. Sehingga lebih akurat.

Alasannnya (sepanjang pengalaman selama ini) dalil yang dikutip dalam buku itu belum tentu sesuai dengan kaidah di kitabnya. Tapi jika buku tersebut diterbitkan oleh penebit yang benar2 islami, yg bnar2 mempehatikan kaidah penguyipan dalil yang bnar silakan
Jika kita ambil sama persis di buku orang tanpa sebut sumber itu pasti plagiat mbak anitri

Felicia :

Pertanyaan :

Hai Mas Haidar. Mau tanya, pendeskripisan suasana dalam sebuah adegan itu penting sekali atau tidak? Sedetil apa si penulis bisa menceritakan suasana di sekitar tokoh agar pembaca tak bosan? Hmmm lalu menurut mas penulisan dialog yg baik itu gimana?
Soalnya sy agak kesulitan untuk menuliskan dialog, mnrt saya kadang dialog saya trll bertele2. Minta saran penulisan dialog yg efektif tuh gmn.
Dimohon kesediaannya untuk menjawab. 🙇

Jawaban :
Mbak Felli, setting dalam adegan novel itu sangat penting. Hanya saja, jangan dideskripsikan secara keterlaluan. Misal menggambarkan ruangan ya dideskripaikan saja yang sekiranya mendukung dengan ekspresi dan suasana para tokoh yang terlibat.

Sebab banyak penulis novel yang sring deskripsikan setting scara berlebihan sehingga jomplang.

Untuk mngatasi agar pembaca tidak bosan ya setting dirubah2 mbak. Jangan monoton. Suasana juga. Misal sedih, senang ,ke cawa, khawatir, marah, tegang dll

Feedback :
Iyaaa mas. Sama pertanyaan yg tentang dialog itu, apakah ada teknik khusus supaya dialognya bs efisien?

Iya benar mbak felli. Usahakan dialoq itu jangan terlalu bertele2

Jadi usahakan jalan cerita itu seimbang. Tidak cepat juga tidak lama. Sedang saja. Dan usahakan pembaca penasaran saat kita hendak berganti setting, atau pindah bab

Cicilia

Pertanyaan :
Mas haidar. Jika kita mengambil sebagian dari bbrp deskripsi yg pernah dipakai di tulisan org lain apa iti termasuk plagiat?

Mas, bisa tlg kasih contoh gak utk deskripsi? Misal ruangan yg indah dipenuhi cahaya lampu.
Krn kelemahan saya dideskripsi... masih datar aja. 🙈

Jawaban :

Mbak cici. Jika mengambil tanpa merubah itu jelas plagiat.

Contoh:
Jorong Koto Gadang Mudiak. Disalah satu sudut paling belakang dari kampung itu ada sebuah bangunan rumah sederhana bergaya kolonial yang berdiri dengan gagah. Tanaman2 perdu mengjiasi setiap sisi rumah. Halaman rumah bagian belakang cukup luas dan langsung berbatasan dengan Ngarai Sampik dan bersambung lagi dengan Ngarai Sianok....

Khadijah :

Pertanyaan :
Sebaiknya bikin novel i2 banyak bab isinya sedikit2 atau babnya sedikit tp gemuk?sy lg coba bkin novel, rancangannya sih babnya sedikit biar isinya aja dibanyakin, tp trnyt pas eksekusi dlm 1 bab paling mentok kurang dr 10 lembar, mau dgemukin malah gk tw mw ngisi apaan lg😝...mhon pencerahannya bang haidar

Jawaban :

Mbak  khadijah, alangkah baiknya jika diseimbangkan. Misal satu bab 10 lembar dan dibagi mnjadi lima adegan (cut) tiap dua lembar. Tujuannya jelas, agar pembaca tak lelah

Cici :

Oh.. brarti klo ada yg kita ubah, bukan plagiat kan mas?
Maksud saya bukan di karyanya... misal hanya 1 kalimat  yg kita suka.
Trus kita terinspirasi dr kalimat itu. Bisa jadi kita pakai kalimat itu utk dsekripsi tulisan kita, tp ada yg dirubah...
Klo gtu gmn, mas?
Maaf ya, mas.. byk tnya.
Soalny bbrp org yg saya tny agak berbeda2 jawabnny.
🙈

Jawaban:
Mbak cici. Meski satu kalimat tapi jika ditulis persis sbaiknya jangan. Jika dideskripaikan sendiri silakan

Helmi:

Pertanyaan :

untuk "menghidupkan" tokoh sebuah novel atau cerpen apakah mesti pakai sudut pandang orang pertama? Soalnya ketika ana buat sudut pandang 2 atau 3, kurang nusuk tokohnya mas

Terus terkait kondisi nuansa dan lingkungan, apakah sepertinya kita memang harus terjun ke lingkungan yang ingin kita ciptakan agar novel kita lebih terasa lingkungan yang tercipta? Ex: menggunakan latar Sumbar

Jawaban :

Helmi👉 sebenarnya sudut pandang pertama dan ketiga sama saja. Masing masing ada kelebihan dan kkurangan. Sudut pandang pertama kelebihannay kita bisa lebih menjiwai tokoh karena dengan menggunakan kata aku atau saya seakan akan kita jadi sang tokoh. Sedangkan sudut pandang ketiga kita bisa lebih bebas mengekspresikan yokoh karena kita ibaratnya seorang dalang yang sedang memainkan wayang, yang jalan ceritanya bebas akan kita bawa ke mana.

Kekurangan sudut pandang pertama biasanya ego akan lwbih besar main di sana. Sedang sudut pandang ketiga kelemahannya kita jadi kurang menjiwai masing2 tokoh.

Sebaiknya kita mmang melihat langsung tempat yang akan kita jadokan sebagai setting novel mas. Itu lbih mendekatkan kita pada kebenaran. Kecuali novel fantasi itu bebas

Husna :

Pendapat :
Sulit juga ya pak. Kalo tiba tiba kita kasih Tulisan kita ke penerbit ternyata ada kalimat yang sama😅 di tuduh plagiat

Feedback :
Mbak Husna 👉👉 gak gitu juga kok mbak

🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
Demikianlah resume ngobis kali ini.

Salam Penulis,

@PkWriterpreneur

Seminar Mas Haidar Musyafa (copy SPN)

📜RESUME NGOBIS 📜

Ngobrol Bareng Penulis with Mas Haidar Musyafa

📝 Tema

Inspirasi dahsyat Menulis Novel Sampai Tuntas


Rabu, 4 Juni 2015
20.00-21.30

Materi :

Haidar Musyafa: Tips menulis novel yang terpenting soal plot mas

Jadi dalam nulis novel itu tidak sekadar main imajinasi karena harus didukung oleh logika

Lebih berat lagi nulis novel biografi tokoh. Jadi tak bolh banyak main imajinasi. Tapi keakuratan data dan logika. Juga kepekaan rasa. Itu yg pnting buat nulis novel biografi

Talk Show :

pertanyaan :

Anitri :
Dalam naskah non fiksi dibutuhkan referensi yang banyak. Bagaimana dengan dalil yang diambil dari berbagai buku pastinya sama karena dalil asalnya dari alquran yang ga mungkin berubah. Itu bisa disebut plagiat atau bukan kak? Misal buku dengan tema sama pastinya dalilnya juga sama. Apakah gaya bahasa bisa menjadi pembeda antara satu buku dengan buku lainnya kak atau kita bisa variasikan dengan dalil2 yang belum pernah diungkap sebelumnya?

Jawaban :

Mbak Anintri. Yang disebut plagiat itukan jika kita mengambil tulisan orang lain atau merubah tulisan orang lain dengan tanpa mnyebutkan sumbernya.

Soal pengambilan dalil, usahakan jangan ambil dari buku. Tapi langsung merujuk ke kitab suci alquran atau hadis, kitab tafsir atau sarah. Sehingga lebih akurat.

Alasannnya (sepanjang pengalaman selama ini) dalil yang dikutip dalam buku itu belum tentu sesuai dengan kaidah di kitabnya. Tapi jika buku tersebut diterbitkan oleh penebit yang benar2 islami, yg bnar2 mempehatikan kaidah penguyipan dalil yang bnar silakan
Jika kita ambil sama persis di buku orang tanpa sebut sumber itu pasti plagiat mbak anitri

Felicia :

Pertanyaan :

Hai Mas Haidar. Mau tanya, pendeskripisan suasana dalam sebuah adegan itu penting sekali atau tidak? Sedetil apa si penulis bisa menceritakan suasana di sekitar tokoh agar pembaca tak bosan? Hmmm lalu menurut mas penulisan dialog yg baik itu gimana?
Soalnya sy agak kesulitan untuk menuliskan dialog, mnrt saya kadang dialog saya trll bertele2. Minta saran penulisan dialog yg efektif tuh gmn.
Dimohon kesediaannya untuk menjawab. 🙇

Jawaban :
Mbak Felli, setting dalam adegan novel itu sangat penting. Hanya saja, jangan dideskripsikan secara keterlaluan. Misal menggambarkan ruangan ya dideskripaikan saja yang sekiranya mendukung dengan ekspresi dan suasana para tokoh yang terlibat.

Sebab banyak penulis novel yang sring deskripsikan setting scara berlebihan sehingga jomplang.

Untuk mngatasi agar pembaca tidak bosan ya setting dirubah2 mbak. Jangan monoton. Suasana juga. Misal sedih, senang ,ke cawa, khawatir, marah, tegang dll

Feedback :
Iyaaa mas. Sama pertanyaan yg tentang dialog itu, apakah ada teknik khusus supaya dialognya bs efisien?

Iya benar mbak felli. Usahakan dialoq itu jangan terlalu bertele2

Jadi usahakan jalan cerita itu seimbang. Tidak cepat juga tidak lama. Sedang saja. Dan usahakan pembaca penasaran saat kita hendak berganti setting, atau pindah bab

Cicilia

Pertanyaan :
Mas haidar. Jika kita mengambil sebagian dari bbrp deskripsi yg pernah dipakai di tulisan org lain apa iti termasuk plagiat?

Mas, bisa tlg kasih contoh gak utk deskripsi? Misal ruangan yg indah dipenuhi cahaya lampu.
Krn kelemahan saya dideskripsi... masih datar aja. 🙈

Jawaban :

Mbak cici. Jika mengambil tanpa merubah itu jelas plagiat.

Contoh:
Jorong Koto Gadang Mudiak. Disalah satu sudut paling belakang dari kampung itu ada sebuah bangunan rumah sederhana bergaya kolonial yang berdiri dengan gagah. Tanaman2 perdu mengjiasi setiap sisi rumah. Halaman rumah bagian belakang cukup luas dan langsung berbatasan dengan Ngarai Sampik dan bersambung lagi dengan Ngarai Sianok....

Khadijah :

Pertanyaan :
Sebaiknya bikin novel i2 banyak bab isinya sedikit2 atau babnya sedikit tp gemuk?sy lg coba bkin novel, rancangannya sih babnya sedikit biar isinya aja dibanyakin, tp trnyt pas eksekusi dlm 1 bab paling mentok kurang dr 10 lembar, mau dgemukin malah gk tw mw ngisi apaan lg😝...mhon pencerahannya bang haidar

Jawaban :

Mbak  khadijah, alangkah baiknya jika diseimbangkan. Misal satu bab 10 lembar dan dibagi mnjadi lima adegan (cut) tiap dua lembar. Tujuannya jelas, agar pembaca tak lelah

Cici :

Oh.. brarti klo ada yg kita ubah, bukan plagiat kan mas?
Maksud saya bukan di karyanya... misal hanya 1 kalimat  yg kita suka.
Trus kita terinspirasi dr kalimat itu. Bisa jadi kita pakai kalimat itu utk dsekripsi tulisan kita, tp ada yg dirubah...
Klo gtu gmn, mas?
Maaf ya, mas.. byk tnya.
Soalny bbrp org yg saya tny agak berbeda2 jawabnny.
🙈

Jawaban:
Mbak cici. Meski satu kalimat tapi jika ditulis persis sbaiknya jangan. Jika dideskripaikan sendiri silakan

Helmi:

Pertanyaan :

untuk "menghidupkan" tokoh sebuah novel atau cerpen apakah mesti pakai sudut pandang orang pertama? Soalnya ketika ana buat sudut pandang 2 atau 3, kurang nusuk tokohnya mas

Terus terkait kondisi nuansa dan lingkungan, apakah sepertinya kita memang harus terjun ke lingkungan yang ingin kita ciptakan agar novel kita lebih terasa lingkungan yang tercipta? Ex: menggunakan latar Sumbar

Jawaban :

Helmi👉 sebenarnya sudut pandang pertama dan ketiga sama saja. Masing masing ada kelebihan dan kkurangan. Sudut pandang pertama kelebihannay kita bisa lebih menjiwai tokoh karena dengan menggunakan kata aku atau saya seakan akan kita jadi sang tokoh. Sedangkan sudut pandang ketiga kita bisa lebih bebas mengekspresikan yokoh karena kita ibaratnya seorang dalang yang sedang memainkan wayang, yang jalan ceritanya bebas akan kita bawa ke mana.

Kekurangan sudut pandang pertama biasanya ego akan lwbih besar main di sana. Sedang sudut pandang ketiga kelemahannya kita jadi kurang menjiwai masing2 tokoh.

Sebaiknya kita mmang melihat langsung tempat yang akan kita jadokan sebagai setting novel mas. Itu lbih mendekatkan kita pada kebenaran. Kecuali novel fantasi itu bebas

Husna :

Pendapat :
Sulit juga ya pak. Kalo tiba tiba kita kasih Tulisan kita ke penerbit ternyata ada kalimat yang sama😅 di tuduh plagiat

Feedback :
Mbak Husna 👉👉 gak gitu juga kok mbak

🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
Demikianlah resume ngobis kali ini.

Salam Penulis,

@PkWriterpreneur

Kepergian Beliau

Innalillahi wa inailaihi rojiun. Satu kalimat yang patut Saya ucapkan dalam hati. Saat sedang membaca majalah Matan edisi Mei. Karena berbagai alasan, saya baru membacanya ketika sudah habis bulan majalah itu. Ada berita duka yang dimuat didalamnya. Seorang kiai yang juga penulis produktif telah pergi meniggalkan kita.

Adalah seorang K.H Muammal Hamidy, Beliau telah pergi untuk selamanya. Saya tercengang ketika tahu bahwa beliau lahir di Lamongan. Sebab itu adalah kota yang saya tinggali dari kecil sampai sekarang. Saya sangat bangga sebab Lamongan menjadi tempat kelahiran beliau, seorang tokoh agama yang berpengaruh di jawa timur.

Beliau adalah sebagian kecil dari kiai yang produktif menulis. Menyampaikan ilmunya dalam bentuk-bentuk tulisan yang kemudian dibukukan. Dalam majalah itu menyebutkan bahwa beliau rajin sekali berdakwah dan menulis. Beliau juga merupakan penerjemah bebagai buku.

Kita patut berduka atas kepergian beliau. Dijaman yang semakin modern ini, kepergian beliau merupakan pukulan telak bagi umat. Kita semakin kemiskinan jumlah ustadz. Kepergian beliau juga merupakan cambukan bagi umat. Agar senantiasa belajar dan terus belajar memperdalam ilmu agama.

Dijaman yang semakin modern ini kepergian K.H. Muammal Hamidy menambah kemiskinan jumlah kiai bagi bangsa ini. Utamanya bagi Jawa timur. Harus merelakan dengan ikhlas kepergian seorang tokoh agama. Yang gemar menebarkan ilmu lewat tulisan juga dakwah.

Saya hampir terenyuh sekaligus kagum ketika membaca perjuangan beliau selama hidupnya. Beliau adalah seorang pekerja keras. Ketika menikah beliau memulai semuanya dari nol. Menjadi pengasuh berbagai majalah yang berbau islami tak cukup untuk membiayai hidupnya. Pernah beliau tak jadi berkhutbah dalam sholat jumat lantaran beberapa hari terakhir beliau belum makan.

Pernah suatu saat beliau sedang sakit, masih saja tetap menghadiri undangan untuk berdakwah. Beliau menyembunyikan penyakitnya dari sepengetahuan kelaurganya. Sungguh luar biasa semangat untuk berdakwah beliau. Pernah juga suatu ketika beliau harus berhutang lantaran tak punyai biaya untuk menghadiri undangan dakwah di surabaya. Sampai segitunya perjuangan beliau untuk menyampaikan ilmu-ilmu nya.

Semangat menulisnya pun tak pernah padam. Bahkan ada buku beliau yang diterjemahkan ke bahasa lain. Beliau juga menjadi penjawab dalam kolom tanya jawab islam di berbagai majalah.

Dari sini dapat kita tarik pelajaran bahwa semangat belajar haruslah selalu terpacu. Dan pantang menyerah meskipun berkali-kali menuai kesulitan. Kepergian beliau merupakan suatu tantangan bagi generasi selanjutnya untuk senantiasa belajar memperdalam ilmu agama. Semoga kepergian beliau menjadi cambuk bagi generasi selanjutnya untuk lebih baik lagi kedepannya. Amin!

Selasa, 02 Juni 2015

Kepedulian

Tidak banyak orang yang memilih peduli jika ada orang lain yang kesusahan. Memilih tak acuh karena banyak pertimbangan yang lebih dulu dipikirkan. Pastinya tidak mudah bagi beberapa orang untuk rela mengulurkan tangan tanpa ada imbalan yang akan diperoleh. Hanya menolong ketika tahu ada imbalannya. Jika tidak, lebih memilih berdiam saja dibanding merepotkan diri untuk sesuatu yang kurang jelas.

Yang sering membuat orang mengurungkan niat untuk peduli adalah persepsi yang salah. Selalu memprioritaskan keuntungan dalam setiap tindakan. Seorang laki-laki tidak akan membantu perempuan jika tidak ada keuntungan yang diperolehnya. Banyak sekali macam keuntungan itu, misalkan  Si laki-laki ingin berkenalan dengan perempuan tadi. Atau Si laki-laki punya niatan lain yang bisa membuatnya puas. Itupun bisa dikatakan keuntungan.

Coba saja ketika ada seorang remaja laki-laki melihat nenek tua tengah kesusahan menggendong barang yang amat berat dan dari raut mukanya, nenek itu sangat membutuhkan bantuan. Saya berani bertaruh, meskipun Si laki-laki tadi melihat secara jelas dengan mata kepalanya sendiri. Lantaran memprioritaskan keuntungan. Si laki-laki tadi hanya akan bersikap masa bodoh.

Apa coba yang bisa didapat dari nenek tua. Uang banyak? Lihat saja dandanannya! Bajunya saja compang camping, sandal jepit yang beda satu sama lainnya. Terlihat lusuh pula.

Kita selalu merasa direpotkan ketika ada orang yang meminta pertolongan. Merasa terbebani ketika ada sesuatu yang harus dikerjakan diluar kehendak kita. Jika tidak didasari dengan rasa ikhlas, semua perbuatan baik seperti menolong tadi hanya akan membuat rasa sesak didada. Lantaran ketidak ikhlasan.

Perlu kita tahu bahwa banyak orang-orang sukses disekitar kita yang lebih memprioritaskan mean dari pada keuntungan. Orang-orang seperti ini dalam masa mudanya lebih mementingkan pencarian arti dibanding pencarian materi. Sehingga setiap tindakannya dilakukan tanpa dasar keuntungan. Orang seperti demikian banyak kita jumpai dalam suatu oraganisasi sosial. Jadi tindakannya berdasar atas rasa kemanusiaan.

Yang kurang kita ketahui selama ini adalah lebih berharganya ikatan dibanding materi. Kenapa demikaian? Seperti ini kawan, bukannya sok tahu ya sebelumnya. Tapi coba renungkan sejenak. Jika kita hanya mencari materi dalam setiap tindakan, ya sudah kalian hanya akan dapat materi itu saja. Alasan itulah yang membuat orang memutuskan hubungan dengan perusahaan lantaran di gaji rendah dan memilih mencari perusahaan lain yang mau menggajinya lebih tinggi.

Tapi jika kita menjaga ikatan atau relasi, punya banyak teman dimana-mana, semua itu yang akan membawa kita pada kemudahan kelak di kemudian hari. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di kemudian hari. Jika kita banyak berlaku baik. Seperti hukum karma, kebaikan pun akan berbalik pada kita kelak. Begini kawan, kita tidak pernah menyangka bahwa orang yang kita tolong sebelumnya akan balik menolong nantinya semua itu karena kita punya ikatan. Dia tidak akan segan-segan membantu. Jadi semakin banyak ikatan akan semakin banyak pula bantuan yang datang. Jika kita peduli pada orang lain, orang lain pun akan peduli pada kita. Jika kita peduli pada lingkungan, lingkungan pun akan peduli pada kita. Ingat timbal balik akan selalu berlaku.